12 October 2020
Oleh : Dahlan Iskan
Prototipe The Lucid di depan kantor pusat the perusahaan tersebut di Newark, California.
NAMANYA: Lucid, Amerika. Jarak tempuhnya: bisa 830 km, sekali setrum. Bekingnya: Arab Saudi, lewat PIF.
Mobil listrik itu mulai diproduksi tahun depan. Sudah di depan mata. Jarak tempuhnya sudah sangat ideal. Dari Surabaya ke Jakarta tidak perlu berhenti untuk isi listrik.
Edward Ludlow sudah mencoba Lucid. Ia adalah jurnalis Bloomberg TV yang memang ahli mengulas soal otomotif, terutama teknologi kendaraan listrik. Lihatlah bagaimana Ludlow melakukan tes berbagai macam mobil baru. Video di bawah ini ketika ia mencoba Lucid.
Hasil tes lapangan yang dilakukan Ludlow terhadap Lucid: jarak tempuh Lucid yang nyata di lapangan adalah 733 km sekali charge. Itu pun sangat oke. Tetap bisa untuk jarak tempuh Jakarta–Surabaya. Yang kalau di Amerika berarti sama dengan dari Los Angeles ke Las Vegas.
Memang antara teori dan praktik tidak sama. Daya jelajah 830 km seperti yang dipromosikan itu adalah hasil uji coba di laboratorium.
Tampilan depan Lucid (Bloomberg)
Saat dipraktikkan di lapangan pun bisa saja mirip. Asal mengemudikannya sangat disiplin. Misalnya: kecepatan harus sangat konstan. Tidak pernah ngerem. Yang berarti tidak pernah tancap pedal. Sedang yang dilakukan Ludlow adalah: mengemudikan mobil secara normal sebagaimana lalu lintas apa adanya.
Yang menarik, CEO Lucid ini adalah mantan kepala proyek engineer model S mobil listrik Tesla: Peter Rawlinson.
CEO Lucid Motors, Peter Rawlinson (Bloomberg)
Tentu Rawlinson ingin Lucid lebih hebat dari Tesla. Maka ia pun mendeklarasikan bahwa Lucid adalah mobil yang terbaik di dunia. Aerodinamikanya.
Ia kelahiran Cardiff, Inggris. Pernah pula terlibat di perancangan mobil Jaguar dan Lotus. Lalu pindah ke Amerika. Menangani Tesla.
Rupanya ''perang dingin'' antara Tesla dan Lucid sudah terjadi sejak Lucid masih dalam kandungan. Saya pun jadi ingat sesuatu. Mengapa pada 2018 ada berita ini: Tesla akan mundur dari pasar modal.
Menarik diri dari status perusahaan publik ke perusahaan swasta biasa.
Untuk itu diperlukan uang yang sangat besar. Untuk membeli saham-saham yang ada di tangan publik. Harganya pun pasti jauh lebih mahal dari harga yang terjadi di pasar saham.
Ketika bos Tesla, Elon Mask, mengumumkan rencana go private itu harga saham Tesla naik drastis. Itu karena Musk siap membeli saham yang ada di publik dengan harga khusus: 20 persen lebih tinggi dari harga pasar.
Para analis pasar modal pun mulai berspekulasi. Siapa pemilik uang besar di balik rencana go private Tesla itu. Bahkan para analis sudah menyebut-nyebut: pasti ada Arab Saudi di belakang rencana itu.
Rupanya Elon Musk memang sudah melakukan kontak dengan Arab Saudi. Mungkin juga sudah mulai ada lampu hijau.
Tapi tiba-tiba Elon Musk mengumumkan pembatalan go private itu. Pasar modal heboh. Otoritas pasar modal menjatuhkan sanksi berat ke Elon Musk: tidak boleh menjabat CEO Tesla selama dua tahun.
Ternyata setahun sebelum itu Saudi Arabia sudah melakukan kontak dengan Lucid. Dan Saudi ternyata lebih tertarik mendanai Lucid –meski pun tahapnya masih pengembangan.
Saudi berani menyiapkan uang sampai Rp 10 triliun. Hanya untuk tahap pembuatan prototype sampai lulus uji test.
Uang Arab Saudi ini dilewatkan satu lembaga yang bernama PIF (Public Investment Fund). Uang kerajaan memang ditaruh di PIF –yang ketuanya Putra Mahkota Mohamad bin Salman.
PIF agak mirip dengan Temasek. Bahkan perusahaan minyak Saudi, Aramco, juga mulai dimasukkan di bawah PIF.
Saat ini PIF mengelola dana sebesar USD 382 miliar. Atau sekitar Rp 6.000 triliun. Yang akan menjadi Rp 10.000 triliun setelah Aramco bergabung.
Selama ini pun PIF sudah banyak mendanai proyek komersial di banyak negara.
Salah satunya adalah perusahaan baja Korsel, Posco. Yang melakukan ekspansi ke Indonesia lewat BUMN PT Krakatau Steel.
Untuk dalam negeri Saudi sendiri PIF mendanai pabrik helikopter kelas black hawk. Saudi akan memiliki perusahaan penerbangan khusus helikopter –yang helinya diproduksi di dalam negeri. Oleh perusahaan Amerika. Dengan modal Saudi. Itulah salah satu hasil kunjungan Presiden Donald Trump ke Riyadh tahun lalu.
Perusahaan angkutan helikopter itu untuk mendukung industri baru pariwisata yang dibangun besar-besaran di sana.
Misalnya saja, kini lagi dibangun theme park terbesar di dunia. Letaknya 40 km di luar kota Riyadh. Namanya: Qiddiyah. Saking besarnya sampai disebut Qiddiyah City. Tahap satunya akan selesai dua tahun lagi.
PIF juga membiayai pembuatan 50 pulau wisata di Laut Merah. Di sepanjang 200 kilometer pantainya yang dekat Jeddah. Sekali bangun 50 pulau buatan.
Tapi biaya yang terbesar adalah untuk membangun kota wisata baru di dekat Israel: Neom City. Yakni kota baru yang sepenuhnya smart city. (Baca juga: Neo Mustaqbal)
Tapi PIF juga membeli banyak sekali saham-saham minoritas di perusahaan global. Termasuk Uber, Boeing, Facebook sampai ke perusahaan EO konser: Live Nation Concert Amerika. Yang bidang usahanya menyelenggarakan konser kelas dunia. Termasuk mendatangkan artis-artisnya.
Turun tangan PIF di pengembangan Lucid menjadi biasa saja.
Tentu Saudi akan mengucurkan dana lebih besar lagi untuk memproduksi Lucid. Pabrik Lucid pun mulai dibangun –di Casa Grande, wilayah selatan negara bagian Arizona.
Pembangunan pabrik Lancid. Foto ini diambil Bloomberg Mei 2020 (Bloomberg)
Edward Ludlow pun sudah melakukan test tiga mobil listrik di kelas yang sama-sama atas: Tesla model S, Porsche dan Lucid.
(Bloomberg)
Harga yang termahal adalah Porsche. Ini untuk mempertahankan gengsi Porsche sebagai mobil mahal. Yang termurah adalah Tesla. Tapi Tesla model S itu paling sedikit kemampuan jarak tempuhnya: 530 km sekali charge. Itulah sebabnya Tesla lagi merancang mobil listrik jarak jauh. Agar tidak disalip oleh Lucid.
Hasil perbandingan pengujian Ed Ludlow dan tim Bloomberg terhadap tiga kendaraan listrik (Bloomberg)
Tahun depan adalah titik balik yang nyata di dunia otomotif. Terutama di Amerika dan Eropa.
Tahun depan adalah dimulainya garis penurunan mobil bensin yang diikuti garis naik mobil listrik.
Itu belum memasukkan Tiongkok sebagai faktor yang lebih gila lagi.(Dahlan Iskan)
Posting Komentar