NUBIC.CO,.JAKARTA,.(10/3),.Polemik
berkepanjangan terkait kontrak PT. Freeport di Papua terus bergulir
kian memanas, masing-masing pihak antara pemerintah pusat dan PT.
Freeport belum juga menemukan titik temu dan win-win solusi. Namun
akibat dari polemik berkepanjangan itu setidaknya telah menimbulkan
dampak bagi ratusan karyawan PT. Freeport yang mendapat pemutusan kerja
secara sepihak oleh PT. Freeport.

Pengunjuk
rasa datang dari Papua dengan memakai seragam pekerja PT. Freeport,
dalam aksinya itu mereka meminta pemerintah pusat memberi pekerjaan
kepada mereka, dan ikut dilibatkannya pemerintah daerah dan masyarakat
Papua dalam negosiasi kontrak tambang-tambang di tanah Papua. Perwakilan
demonstran akhirnya masuk ke dalam gedung DPR RI dan diterima oleh
wakil ketua DPR Fahri Hamzah.
Dalam gedung wakil
rakyat itu, nampak pula anggota DPR RI dari Papua, Willem Wandik yang
turut berbaur dengan para perwakilan demonstran. Wajah Willem tampak
sedih. Ia tertegun memandang orang dari kampungnya yang menjadi korban
PHK dari PT. Freeport.
Willem menjelaskan persoalan
tentang kontrak Freeport ini perlu menjadi perhatian semua kalangan,
bahwa polemik berkepanjangan tentang kontrak freeport itu mencakup 3 hal
utama.
1.Human rights bagi rakyat di tanah Papua
2.Kepentingan pusat atau nasional
3.Kepentingan bisnis freeport/coorporacy interest
Posisi
pemerintah daerah Papua sebagai bagian dari representasi negara di
daerah, seharusnya ikut dilibatkan dalam menentukan arah kebijakan ijin
pertambangan dan kebijakan investasi di tanah Papua, sehingga bentuk lex
specialist otonomi khusus Papua sejatinya menghadirkan solusi terkait
peran antara pusat dan daerah yang memperkuat peran masyarakat dan
pemerintah daerah di tanah Papua.

nal harus memperhatikan kepentingan kontrak freeport terkait resolusi kontrak itu bagi kepentingan rakyat di tanah Papua, tidak sekedar dalam pemberitaannya membahas kepentingan bisnis, kepentingan investasi dan pengajuan proposal-proposalnya, tuturnya.
Willem menambahkan,
bahwa pemerintah pusat akan keliru bila pemerintah pusat
meng-intervensi terlalu tinggi dalam mengambil kebijakan tentang kontrak
Freeport di Papua, karena sistim pemerintahan kita sekarang ini sudah
era nya desentralisasi bukan sentralisasi, tuturnya.
Oleh
karenanya, ia mengharapkan dalam kontrak Freeport, pemerintah daerah
papua sudah seharusnya dilibatkan dan juga masyarakatnya, apalagi Papua
ini mendapat otonomi khusus atau Lex Specialist, pemerintah pusat tak
usah takut dan apriori kepada Papua karena sumber daya manusia Papua
sudah siap. Tegas Willem.
Sementara itu pemerintah
pusat dalam hal ini kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
mencoba mencari jalan keluar terkait PT. Freeport ini dengan memanggil
menteri-menteri ESDM sebelumnya guna membahas persoalan PT. Freeport
karena kebijakan tentang Kontrak karya itu dilakukan oleh pemerintahan
sebelum pemerintahan sekarang ini.
@FADRIKA.S
Posting Komentar