Oleh:
Letkol Inf Dax Sianturi, S.E
Wakapendam XVII/Cenderawasih
“If your actions inspire others to dream more,
learn more, do more and become more, you are a leader.” — John Quincy Adams
(Jika tindakanmu menginspirasi orang lain untuk
lebih bermimpi, lebih belajar, lebih bertindak, dan menjadi lebih, kamu adalah
seorang pemimpin.)
Berkembangnya dunia teknologi dan informasi telah melahirkan
berbagai dimensi baru dalam kehidupan manusia. Di satu sisi, perkembangan
teknologi dan informasi yang pesat telah menyediakan berbagai kemudahan hidup, namun
di sisi lain kita juga dituntut untuk
menyesuaikan diri dengan dimensi baru
yang hadir akibat perkembangan tersebut.
Sebelum memasuki abad 21, kita cukup puas menerima informasi
hanya lewat surat , koran, majalah, radio dan televisi. Namun saat ini, kita
sepertinya tidak bisa lepas dari perangkat gadget
hanya untuk mengetahui informasi yang terkini baik secara audio maupun visual.
Dalam bahasa advertising sering kita menyebutnya dengan : Dunia berada dalam
“genggaman” . Kebutuhan akan informasi inilah yang menjadikan jurnalistik sebagai dimensi baru dalam
kehidupan masyarakat modern, termasuk dalam hal kepemimpinan.
Dalam suatu organisasi, pemimpin adalah pejabat struktural yang memimpin puluhan hingga ribuan
staf pegawai/karyawan/anggota. Sedangkan dalam konteks politik, pemimpin
identik dengan pejabat publik yang
memiliki kewenangan untuk memimpin suatu wilayah atau organisasi publik.
Tentunya seorang pejabat publik harus selalu melakukan peningkatan kualitas
diri (self – enhancement) yang meliputi peningkatan kemampuan dan
wawasannya agar dalam menjalankan kepemimpinannya ia selalu dapat beradaptasi
dengan perkembangan jaman. Dihadapkan dengan meningkatnya kebutuhan informasi
masyarakat, seorang pejabat publik diharapkan
memiliki kemampuan komunikasi yang handal untuk dapat mempengaruhi massa sehingga
masyarakat yang dipimpinnya memiliki pemahaman yang jelas tentang apa dan
bagaimana visi dan misi pemimpinnya serta implementasi dari visi-misi tersebut
dalam bentuk program pembangunan. Terlebih lagi di era keterbukaan informasi
publik saat ini, seorang pejabat publik dituntut untuk bisa menjawab “hak untuk
tahu” (Rights to Know) dari
masyarakat akan segala aktivitas pemerintahannya melalui dunia jurnalistik.
Di sisi lain, kita menyadari bahwa seorang pejabat publik tentunya
memiliki gaya kepemimpinan masing-masing. Sesungguhnya mereka memiliki
kebebasan pribadi untuk menentukan model kepemimpinannya tanpa boleh
di-intervensi dari pihak luar. Bahkan seorang pejabat publik dapat menerapkan
gaya kepemimpinan yang berbeda-beda, tergantung dari situasi dan kondisi yang
dihadapinya. Dengan semakin canggihnya akses informasi, setiap kebijakan yang
diambil oleh seorang pejabat publik dapat diketahui dengan cepat oleh masyarakat,
bukan hanya yang berdomisili di wilayahnya tetapi juga yang berada di seluruh
belahan dunia. Sekali lagi, peran jurnalistik menjadi sangat strategis dalam
menghadirkan informasi – informasi tersebut. Oleh sebab itulah, seorang pejabat
publik hendaknya dapat benar-benar memahami peran penting jurnalistik dan
menerapkannya dalam kepemimpinannya.
Kepemimpinan adalah kegiatan atau “seni” mempengaruhi
orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut
untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan
kelompok.
(Tead;
Terry; Hoyt ; dalam Kartono, 2003)
Menyikapi fenomena tersebut, penulis berusaha menyajikan
realitas yang dihadapi dalam kepemimpinan seorang pejabat publik dihadapkan
dengan peranan penting jurnalistik. Sebelum penulis membahas lebih lanjut,
sangat penting bagi kita untuk mengetahui pengertian jurnalistik tersebut menurut
para ahli :
- Roland
E. Wolseley: Jurnalistik adalah
pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi
umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat
dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di
stasiun siaran.
- M.Ridwan: Menurutnya,
pengertian Jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan,
mengedit berita untuk pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau
terbitan terbitan berkala lainnya.
- A.W.
Widjaya: Pengertian Jurnalistik menurut A.W.
Wijaya merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara
menyiarkan berita ataupun alasannya mengenai berbagai peristiwa atau
kejadian sehari-hari yang aktual dan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya dunia jurnalistik selalu berusaha menghadirkan data dan fakta
yang aktual untuk selanjutnya diproses dalam berbagai kemasan informasi yang
dibutuhkan masyarakat.
Bill
Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) dalam bukunya The Elements of
Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (New
York: Crown Publishers) menuliskan ada beberapa prinsip jurnalistik.
Sumber
: http://jurnalistik.co/materi-pembelajaran/dasar-dasar-jurnalistik/sembilan-prinsip-jurnalisme.html
Bila kita simak prinsip
di atas, maka penulis melihat bahwa prinsip-prinsip jurnalistik tersebut sangat tepat bila diadopsi seorang pejabat
publik dalam menjalankan kepemimpinannya di era teknologi dan informasi saat
ini. Pada masa lalu, strong leadership
sangat identik dengan citra ketegasan, keberanian, kepedulian dan keberadaannya
yang selalu berada di tengah-tengah anak buah. Namun, itu semua menjadi tidak
cukup untuk menghadapi dimensi kehidupan saat ini yang semakin kompleks dengan
fenomena “dunia dalam genggaman” setiap
orang. Pada masa depan, strong leadership
perlu ditunjang dengan kekuatan intelektual yang mumpuni sehingga seorang
pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan informasi
dan teknologi. Dari uraian di atas maka
yang dimaksud Journalistic Leadership adalah suatu dimensi kepemimpinan yang
menerapkan prinsip-prinsip jurnalistik sebagai seni dalam mempengaruhi orang
lain.
Jurnalistik sangat identik dengan kemampuan menulis. Salah satu kekuatan Journalistic leadership adalah kemampuan menulis. Ini berarti
bahwa pejabat publik hendaknya mampu mengeluarkan ide dan pemikirannya dalam
bentuk tulisan. Diharapkan melalui tulisan-tulisannya tersebut ia juga
dapat “memimpin” orang lain, memberikan pengaruh dan mengajak orang lain
mengikuti keinginannya.
Selanjutnya penulis berusaha memberikan gambaran tentang
perlunya seorang pemimpin publik
menerapkan ke-9 prinsip jurnalistik tersebut dalam gaya kepemimpinannya
:
1. KEWAJIBAN
UTAMA ADALAH MEMPERJUANGKAN KEBENARAN.
Kepemimpinan pejabat
publik haruslah berorientasi untuk selalu membela Kebenaran, bukan
Pembenaran. Artinya, seorang pejabat publik
hendaknya selalu menjadikan Hukum dan Perundangan yang berlaku sebagai pedoman
dalam menjalankan roda organisasinya. Pejabat publik tidak bisa lagi membela
atau melindungi anggotanya yang
melakukan perbuatan melanggar hukum. Beranilah mengatakan “yang benar adalah
benar” dan “yang salah adalah salah”. Tidak saatnya lagi untuk mengambil
keputusan hanya untuk popularitas di mata bawahan atau masyarakat. Untuk itulah
seoerang pejabat publik harus
benar-benar menguasai ketentuan hukum dan perundangan maupun norma-norma yang
berlaku di negara ini. Untuk mencari dan membela kebenaran inilah perlu
diperlukan suatu ketegasan dan keberanian dari seorang pemimpin.
2. TEGUH DALAM MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN UMUM.
Dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin masa depan
hendaknya selalu berorientasi pada kepentingan umum/masyarakat. Dalam konteks organisasi, tentunya seorang
pejabat publik dituntut loyal terhadap kepentingan umum dibanding kepentingan
kelompok atau pribadi. Loyalitas seorang pejabat publik tidak lagi ditujukan pada kepentingan
kelompok/organisasi tertentu, mengingat loyalitas pada kelompok/organisasi sangat
rentan untuk dibelokan kepada kepentingan
tertentu dari kelompok/organisasi tersebut dan justru mengabaikan
kepentingan umum.
3. DISIPLIN DALAM VERIFIKASI.
Poin ini menjadi sangat penting di era teknologi dan
informasi yang dipenuhi berbagai informasi yang bersifat palsu (Hoax). Pejabat publik dituntut untuk selalu
memverifikasi setiap informasi yang diterimanya dengan berbagai pihak yang
terkait. Hindari pengambilan keputusan yang tergesa-gesa hanya berdasarkan informasi
dari satu sumber. Lakukan langkah-langkah untuk konfirmasi ke berbagai pihak
untuk mendapat data dan fakta yang akurat . Seorang pejabat publik hendaknya tidak mudah percaya begitu saja
terhadap suatu informasi tanpa melakukan cross
check kebenaran informasi tersebut. Meskipun adakalanya seorang pemimpin
menggunakan “naluri” dalam mengambil keputusan, namun dengan tersedianya
informasi yang maksimal maka penggunaan “naluri” yang umumnya bersifat
subyektif bisa diminimalkan.
4. MENGHORMATI
HAK-HAK INDEPENDEN .
Sikap independen sangat dibutuhkan bagi seorang pejabat
publik dalam pengambilan keputusan. Di sisi lain, seorang pejabat publik juga hendaknya memberi kebebasan dalam bertindak bagi unsur
pimpinan dibawahnya sesuai koridor ketentuan yang berlaku dalam organisasi.
Beri “ kedewasaan” kepada bawahan untuk
mengembangkan kreatifitas dan inovasi sesuai kemampuan masing-masing agar dapat
memberikan nilai tambah terhadap organisasi. Hindari arogansi bahwa “pemimpin
harus lebih hebat dari anggota”, asumsi seperti ini cenderung menjadikan seorang pemimpin sebagai figur
yang egois dan tidak legowo bila melihat anggotanya maju.
5. MELAKSANAKAN
FUNGSI KONTROL DAN EVALUASI.
Penjabaran poin ini sangat tepat dalam menjalankan fungsi kontrol
dan evaluasi dari seorang pemimpin terhadap kebijakan organisasi. Ke depan, pejabat publik juga dituntut
untuk berani memberikan saran dan evaluasi yang konstruktif terhadap penentu kebijakan di level atas.
Seorang pejabat publik harus berani
merubah Budaya Organisasi yang kontra produktif dengan dinamika lingkungan.
Sebagai contoh, budaya memberikan laporan Asal Bapak Senang (ABS), budaya ini
harus sudah dihilangkan di era keterbukaan informasi saat ini.
6. SIAP MENERIMA KRITIK
DAN KOMENTAR PUBLIK.
Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang demokrasi dan
hak-hak publik akan meletakkan seorang pejabat publik pada posisi yang tidak
boleh anti terhadap kritik. Sadari bahwa seorang pejabat publik adalah
“pelayan” bagi bawahannya. Kepemimpinan
otoriter sudah tidak populer diterapkan. Pemimpin futuristik harus mengurangi
komunikasi satu arah dan mulai membiasakan terjalinnya komunikasi dua arah
antar pemimpin dan warganya. Ia juga harus membuka hati untuk menerima
berbagai kritik dan komentar dari publik bila terjadi suatu ketidakpuasan
terhadap kinerja organisasinya.
7. KREATIF DAN
INOVATIF.
Dimasa mendatang,
dibutuhkan suatu kemampuan komunikasi yang handal dengan ditunjang kreatifitas yang
tinggi dari seorang pejabat publik untuk bisa mengemas sesuatu ide menjadi
menarik dan relevan dengan dinamika yang terjadi. Salah satu kunci keberhasilan komunikasi
adalah kemampuan public speaking
dengan ditunjang attitude yang
humanis. Penting bagi pejabat publik untuk selalu membekali diri dengan wawasan yang luas
sehingga mampu menganalisa setiap informasi dan menemukan relevansi antara
informasi satu dengan informasi lainnya untuk selanjutnya mengambil langkah
antisipatif demi kepentingan warganya.
8. KOMPREHENSIF DAN PROPORSIONAL.
Seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat,
maka seorang pejabat publik dituntut untuk memperkaya
pengetahuannya diberbagai aspek kehidupan agar dalam membuat suatu keputusan, ia memiliki pertimbangan yang
komprehensif (menyeluruh) sehingga dapat menentukan keputusan secara
proporsional. Sering kali seorang pejabat publik dihadapkan pada situasi dimana ia harus
mengeluarkan suatu statement tentang issu yang berkembang di masyarakat, tanpa pengetahuan
yang komprehensif maka seorang pejabat akan sangat mudah terjebak dengan pertanyaan
lanjutan yang melebar dan pada akhirnya statement yang dikeluarkan menjadi
tidak proporsional.
9. MENGEDEPANKAN HATI
NURANI.
Pada akhirnya, seorang
pejabat publik tetaplah harus mengedepankan hati nurani dalam membuat suatu
keputusan. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
menjadi kunci menjaga hati nurani seorang pejabat publik untuk tetap bersih dalam menyikapi setiap
permasalahan. Dengan ketakwaan, ego seorang
pemimpin dapat ditekan.
Akhirnya, melalui penjelasan singkat di atas, penulis
meyakini bahwa prinsip-prinsip jurnalistik sangat relevan untuk memperkaya pola
kepemimpinan yang telah ada. Mulai saat ini
Journalistic Leadership akan
menjadi suatu dimensi baru dalam kepemimpinan publik.
Posting Komentar