www.nusantarabicara.co

www.nusantarabicara.co
Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Home » » Journalistic Leadership Dimensi Baru dalam Kepemimpinan Pejabat Publik

Journalistic Leadership Dimensi Baru dalam Kepemimpinan Pejabat Publik

Written By Nusantara Bicara on 12 Des 2017 | Desember 12, 2017


Oleh:
Letkol Inf Dax Sianturi, S.E
Wakapendam XVII/Cenderawasih

“If your actions inspire others to dream more, learn more, do more and become more, you are a leader.” — John Quincy Adams

(Jika tindakanmu menginspirasi orang lain untuk lebih bermimpi, lebih belajar, lebih bertindak, dan menjadi lebih, kamu adalah seorang pemimpin.)

Berkembangnya dunia teknologi dan informasi telah melahirkan berbagai dimensi baru dalam kehidupan manusia. Di satu sisi, perkembangan teknologi dan informasi yang  pesat  telah menyediakan berbagai kemudahan hidup, namun di sisi lain kita juga dituntut  untuk menyesuaikan diri  dengan dimensi baru yang hadir akibat perkembangan tersebut.
Sebelum memasuki abad 21, kita cukup puas menerima informasi hanya lewat surat , koran, majalah, radio dan televisi. Namun saat ini, kita sepertinya tidak bisa lepas dari perangkat gadget hanya untuk mengetahui informasi yang terkini baik secara audio maupun visual. Dalam bahasa advertising sering kita menyebutnya dengan : Dunia berada dalam “genggaman” . Kebutuhan akan informasi inilah yang menjadikan  jurnalistik sebagai dimensi baru dalam kehidupan masyarakat modern, termasuk dalam hal kepemimpinan.

Dalam suatu organisasi, pemimpin adalah pejabat  struktural yang memimpin puluhan hingga ribuan staf pegawai/karyawan/anggota. Sedangkan dalam konteks politik, pemimpin identik dengan pejabat publik  yang memiliki kewenangan untuk memimpin suatu wilayah atau organisasi publik. Tentunya seorang pejabat publik harus selalu melakukan peningkatan kualitas diri  (self – enhancement) yang meliputi peningkatan kemampuan dan wawasannya agar dalam menjalankan kepemimpinannya ia selalu dapat beradaptasi dengan perkembangan jaman. Dihadapkan dengan meningkatnya kebutuhan informasi masyarakat, seorang pejabat publik  diharapkan memiliki kemampuan komunikasi yang handal untuk dapat mempengaruhi massa sehingga masyarakat yang dipimpinnya memiliki pemahaman yang jelas tentang apa dan bagaimana visi dan misi pemimpinnya serta implementasi dari visi-misi tersebut dalam bentuk program pembangunan. Terlebih lagi di era keterbukaan informasi publik saat ini, seorang pejabat publik dituntut untuk bisa menjawab “hak untuk tahu” (Rights to Know) dari masyarakat akan segala aktivitas pemerintahannya  melalui dunia jurnalistik.

Di sisi lain, kita menyadari bahwa seorang pejabat publik tentunya memiliki gaya kepemimpinan masing-masing. Sesungguhnya mereka memiliki kebebasan pribadi untuk menentukan model kepemimpinannya tanpa boleh di-intervensi dari pihak luar. Bahkan seorang pejabat publik dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda, tergantung dari situasi dan kondisi yang dihadapinya. Dengan semakin canggihnya akses informasi, setiap kebijakan yang diambil oleh seorang pejabat publik dapat diketahui dengan cepat oleh masyarakat, bukan hanya yang berdomisili di wilayahnya tetapi juga yang berada di seluruh belahan dunia. Sekali lagi, peran jurnalistik menjadi sangat strategis dalam menghadirkan informasi – informasi tersebut. Oleh sebab itulah, seorang pejabat publik hendaknya dapat benar-benar memahami peran penting jurnalistik dan menerapkannya dalam kepemimpinannya.

Kepemimpinan adalah kegiatan atau “seni” mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
(Tead; Terry; Hoyt ; dalam Kartono, 2003) 

Menyikapi fenomena tersebut, penulis berusaha menyajikan realitas yang dihadapi dalam kepemimpinan seorang pejabat publik dihadapkan dengan peranan penting jurnalistik. Sebelum penulis membahas lebih lanjut, sangat penting bagi kita untuk mengetahui pengertian jurnalistik tersebut menurut para ahli :

  • Roland E. Wolseley:  Jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran. 

  • M.Ridwan: Menurutnya, pengertian Jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan, mengedit berita untuk pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan terbitan berkala lainnya.

  • A.W. Widjaya: Pengertian Jurnalistik menurut A.W. Wijaya merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun alasannya mengenai berbagai peristiwa atau kejadian sehari-hari yang aktual dan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya dunia jurnalistik  selalu berusaha menghadirkan data dan fakta yang aktual untuk selanjutnya diproses dalam berbagai kemasan informasi yang dibutuhkan masyarakat.

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) dalam bukunya The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (New York: Crown Publishers) menuliskan ada beberapa prinsip jurnalistik.


Bila kita simak  prinsip di atas, maka penulis melihat bahwa prinsip-prinsip jurnalistik  tersebut sangat tepat bila diadopsi seorang pejabat publik dalam menjalankan kepemimpinannya di era teknologi dan informasi saat ini. Pada masa lalu, strong leadership sangat identik dengan citra ketegasan, keberanian, kepedulian dan keberadaannya yang selalu berada di tengah-tengah anak buah. Namun, itu semua menjadi tidak cukup untuk menghadapi dimensi kehidupan saat ini yang semakin kompleks dengan fenomena  “dunia dalam genggaman” setiap orang. Pada masa depan, strong leadership perlu ditunjang dengan kekuatan intelektual yang mumpuni sehingga seorang pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan informasi dan teknologi. Dari uraian di atas maka yang dimaksud Journalistic Leadership adalah suatu dimensi kepemimpinan yang menerapkan prinsip-prinsip jurnalistik sebagai seni dalam mempengaruhi orang lain.

Jurnalistik sangat identik dengan kemampuan menulis. Salah satu kekuatan Journalistic leadership adalah kemampuan menulis. Ini berarti bahwa pejabat publik hendaknya mampu mengeluarkan ide dan pemikirannya dalam bentuk tulisan. Diharapkan melalui tulisan-tulisannya tersebut  ia juga   dapat “memimpin” orang lain, memberikan pengaruh dan mengajak orang lain mengikuti keinginannya.

Selanjutnya penulis berusaha memberikan gambaran tentang perlunya seorang pemimpin publik  menerapkan ke-9 prinsip jurnalistik tersebut dalam gaya kepemimpinannya :

1.  KEWAJIBAN UTAMA ADALAH MEMPERJUANGKAN KEBENARAN.

Kepemimpinan pejabat  publik haruslah berorientasi  untuk selalu membela Kebenaran, bukan Pembenaran. Artinya, seorang pejabat publik hendaknya selalu menjadikan Hukum dan Perundangan yang berlaku sebagai pedoman dalam menjalankan roda organisasinya. Pejabat publik tidak bisa lagi membela atau melindungi  anggotanya yang melakukan perbuatan melanggar hukum. Beranilah mengatakan “yang benar adalah benar” dan “yang salah adalah salah”. Tidak saatnya lagi untuk mengambil keputusan hanya untuk popularitas di mata bawahan atau masyarakat. Untuk itulah seoerang pejabat publik  harus benar-benar menguasai ketentuan hukum dan perundangan maupun norma-norma yang berlaku di negara ini. Untuk mencari dan membela kebenaran inilah perlu diperlukan suatu ketegasan dan keberanian dari seorang pemimpin.

2. TEGUH DALAM  MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN UMUM.

Dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin masa depan hendaknya selalu berorientasi pada kepentingan umum/masyarakat. Dalam konteks organisasi, tentunya seorang pejabat publik dituntut loyal terhadap kepentingan umum dibanding kepentingan kelompok atau pribadi. Loyalitas seorang pejabat publik tidak  lagi ditujukan pada kepentingan kelompok/organisasi tertentu, mengingat loyalitas pada kelompok/organisasi sangat rentan untuk dibelokan kepada kepentingan  tertentu dari kelompok/organisasi tersebut dan justru mengabaikan kepentingan umum.

3. DISIPLIN DALAM VERIFIKASI.

Poin ini menjadi sangat penting di era teknologi dan informasi yang dipenuhi berbagai informasi yang bersifat palsu (Hoax). Pejabat publik dituntut untuk selalu memverifikasi setiap informasi yang diterimanya dengan berbagai pihak yang terkait. Hindari pengambilan keputusan yang tergesa-gesa hanya berdasarkan informasi dari satu sumber. Lakukan langkah-langkah untuk konfirmasi ke berbagai pihak untuk mendapat data dan fakta yang akurat . Seorang pejabat publik hendaknya tidak mudah percaya begitu saja terhadap suatu informasi tanpa melakukan cross check kebenaran informasi tersebut. Meskipun adakalanya seorang pemimpin menggunakan “naluri” dalam mengambil keputusan, namun dengan tersedianya informasi yang maksimal maka penggunaan “naluri” yang umumnya bersifat subyektif bisa diminimalkan.

4. MENGHORMATI HAK-HAK INDEPENDEN .

Sikap independen sangat dibutuhkan bagi seorang pejabat publik dalam pengambilan keputusan. Di sisi lain, seorang pejabat publik  juga hendaknya  memberi kebebasan dalam bertindak bagi unsur pimpinan dibawahnya sesuai koridor ketentuan yang berlaku dalam organisasi. Beri “ kedewasaan”  kepada bawahan untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi sesuai kemampuan masing-masing agar dapat memberikan nilai tambah terhadap organisasi. Hindari  arogansi bahwa “pemimpin harus lebih hebat dari anggota”, asumsi seperti ini cenderung  menjadikan seorang pemimpin sebagai figur yang egois dan tidak legowo bila melihat anggotanya maju.

5. MELAKSANAKAN FUNGSI KONTROL DAN EVALUASI.

Penjabaran poin ini sangat tepat dalam menjalankan fungsi kontrol dan evaluasi dari seorang pemimpin terhadap kebijakan organisasi. Ke depan, pejabat publik juga dituntut untuk berani memberikan saran dan evaluasi yang konstruktif  terhadap penentu kebijakan di level atas. Seorang pejabat publik  harus berani merubah Budaya Organisasi yang kontra produktif dengan dinamika lingkungan. Sebagai contoh, budaya memberikan laporan Asal Bapak Senang (ABS), budaya ini harus sudah dihilangkan di era keterbukaan informasi saat ini.

6. SIAP MENERIMA KRITIK DAN KOMENTAR PUBLIK.

Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang demokrasi dan hak-hak publik akan meletakkan seorang pejabat publik pada posisi yang tidak boleh anti terhadap kritik. Sadari bahwa seorang pejabat publik adalah “pelayan” bagi bawahannya. Kepemimpinan otoriter sudah tidak populer diterapkan. Pemimpin futuristik harus mengurangi komunikasi satu arah dan mulai membiasakan terjalinnya komunikasi dua arah antar pemimpin dan warganya. Ia juga harus membuka hati untuk menerima berbagai kritik dan komentar dari publik bila terjadi suatu ketidakpuasan terhadap kinerja organisasinya.

7. KREATIF DAN INOVATIF.

Dimasa mendatang, dibutuhkan suatu kemampuan komunikasi yang handal dengan ditunjang kreatifitas yang tinggi dari seorang pejabat publik untuk bisa mengemas sesuatu ide menjadi menarik dan relevan dengan dinamika yang terjadi.  Salah satu kunci keberhasilan komunikasi adalah kemampuan public speaking dengan ditunjang attitude yang humanis. Penting bagi pejabat publik untuk selalu  membekali diri dengan wawasan yang luas sehingga mampu menganalisa setiap informasi dan menemukan relevansi antara informasi satu dengan informasi lainnya untuk selanjutnya mengambil langkah antisipatif demi kepentingan warganya.

8.  KOMPREHENSIF DAN PROPORSIONAL.

Seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat, maka seorang  pejabat publik dituntut untuk memperkaya pengetahuannya diberbagai aspek kehidupan agar dalam membuat suatu keputusan, ia memiliki pertimbangan yang komprehensif (menyeluruh) sehingga dapat menentukan keputusan secara proporsional. Sering kali seorang pejabat publik  dihadapkan pada situasi dimana ia harus mengeluarkan suatu statement tentang issu yang berkembang di masyarakat, tanpa pengetahuan yang komprehensif maka seorang pejabat  akan sangat mudah terjebak dengan pertanyaan lanjutan yang melebar dan pada akhirnya statement yang dikeluarkan menjadi tidak proporsional.

9. MENGEDEPANKAN HATI NURANI.

Pada akhirnya, seorang pejabat publik tetaplah harus mengedepankan hati nurani dalam membuat suatu keputusan. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi kunci menjaga hati nurani seorang pejabat publik  untuk tetap bersih dalam menyikapi setiap permasalahan. Dengan ketakwaan,  ego seorang pemimpin dapat ditekan.  

Akhirnya, melalui penjelasan singkat di atas, penulis meyakini bahwa prinsip-prinsip jurnalistik sangat relevan untuk memperkaya pola kepemimpinan yang telah ada. Mulai saat ini  Journalistic Leadership akan menjadi suatu dimensi baru dalam kepemimpinan publik.
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara