Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump
memperingkatkan Indonesia untuk berhati-hati terkait hubungan dagang
antar kedua negara. Sebab Trump merasa defisit perdagangan AS terhadap
Amerika sebesar US$9,5 miliar harus disudahi.
Keranjingan perang dagang AS memang belakangan intensitasnya makin
meningkat. Setelah menyatakan perang dagang dengan China, AS kini
membidik perang dagang dengan Indonesia. Tujuannya Trump mengobarkan
perang dagang ini adalah untuk menekan defisit perdagangan AS terhadap
China, tanpa kecuali dengan Indonesia.
Data Departemen Perdagangan AS menunjukkan defisit ekspor dan impor
antara AS dan China mencapai rekor tertingginya tahun 2017 sebesar lebih
dari US$375 miliar. Tentu saja defisit perdagangan AS terhadap
Indonesia sebesar US$9,5 miliar terlalu kecil, namun buat Trump tetap
harus diolah agar berubah menjadi surplus.

Isyarat perang dagang Amerika terhadap Indonesia disampaikan oleh
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi. Sofjan mengungkapkan Trump
sudah menyampaikan peringatan perang dagang itu bagi Indonesia. Trump
berencana mencabut perlakuan khusus terhadap Indonesia di bidang
perdagangan.
“Trump sudah memberi kita warning. Kita bicara sama dia mengenai beberapa aturan mengenai special treatment tarif yang dia kasih ke kita mau dicabut, terutama tekstil,” demikian ulas Sofjan beberapa waktu lalu.
Menurutnya ekonomi AS memang sedang berjaya. Karenanya dia bisa
membuat kebijakan dagang dengan luar negeri semaunya. Mal-mal di AS
penuh, restoran penuh, pengangguran paling kecil dan Trump bisa berbuat
seenaknya. Dia akan melakukan apakah besok jadi perang dagangnya atau
tidak.
Bahkan, Sofjan menyampaikan warga AS sendiri sulit menerka kebijakan
yang bakal ditempuh oleh Trump ke depan. Kalau ditanya apa yang akan
dilakukan Trump, tidak ada yang paham. “Marah-marah nggak bisa apa apa. Tapi ekonomi AS bukan main pertumbuhannya,” ujar Trump.
Memang benar, Pemerintah AS tengah mengevaluasi status Indonesia sebagai negara penerima manfaat skema generalized system of preference (GSP). Manfaat dari GSP itu bisa jadi yang membuat perdagangan Indonesia surplus sekitar US$9,5 miliar dengan AS.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang
Hubungan Internasional Shinta Kamdani menjelaskan bagaimana GSP bekerja
dan apa yang akan terjadi apabila fasilitas tersebut dicabut dari
Indonesia.
Sistem GSP mencakup penghapusan tarif dan pengurangan tarif terhadap hampir 5.000 sektor tarif AS.
Hampir sama seperti sistem GSP Uni Eropa, GSP AS menyediakan
keuntungan berbeda-beda bagi negara penerima, terdiri atas kategori A
(berlaku bagi seluruh negara penerima), kategori A* (mengecualikan
negara penerima tertentu) dan kategori A+, diperuntukkan khusus bagi
negara miskin (Least Developed Countries–LDCs).
Sampai saat ini, Indonesia masih termasuk di dalam GSP kategori A
yang diberikan penghapusan bea masuk bagi sekitar 3.500 lini tarif AS.
Keuntungan yang diperoleh Indonesia dari GSP antara lain mencakup produk
pertanian tertentu, serta produk tekstil, apparel, dan travel goods tertentu.
Keuntungan dari GSP akan terus diberikan ke Indonesia sampai
dikeluarkan dari daftar penerima GSP, atau produk-produk Indonesia telah
mencapai ambang batas (threshold) GSP yang ditetapkan AS.
Setidaknya ada 124 produk Indonesia yang sedang dievaluasi AS dalam
konteks GSP tersebut. Dari 124 produk asal Indonesia yang sedang dikaji
Trump diantaranya kayu plywood, cotton, dan lain sebagainya. Sementara tekstil tidak termasuk di dalamnya.
Saat ini, pemerintah AS sedang mengkaji Indonesia atas dua aspek,
yakni eligibilitas Indonesia untuk terus menerima manfaat dari GSP dan reviewatas lini-lini tarif AS yang dibebaskan bagi Indonesia dalam mekanisme GSP.
Review eligibilitas Indonesia dilakukan oleh United States Trade
Representative (USTR), sementara itu evaluasi atas lini-lini tarif AS
yang dibebaskan bagi RI dilakukan oleh United States International Trade
Commission (US ITC).
Apabila hasil dari evaluasi merekomendasikan Indonesia tidak lagi
berhak atas fasilitas GSP, manfaat dari GSP yang diterima Indonesia saat
ini akan dihapuskan segera setelah rekomendasinya ditandatangani Trump.
Dijadwalkan, penandatangan rekomendasi oleh Trump itu dilakukan antara November 2018 hingga awal 2019.
Jika keputusannya demikian, maka untuk seterusnya seluruh produk
Indonesia akan dikenakan kategori tarif MSN (Most Favoured Nations) oleh
AS sesuai ketentuan WTO.
Hanya saja perwakilan perdagangan AS, United States Trade
Representative (USTR) telah melakukan evaluasi terhadap India,
Indonesia, dan Kazakhstan terkait dengan pantas atau tidaknya tiga
negara itu menerima GSP.
Evaluasi ini didasari adanya kekhawatiran atas kepatuhan
negara-negara terhadap program GSP itu. Dalam pernyataan resmi
tertanggal 12 April 2018, Deputy USTR Jeffrey Gerish mengatakan Presiden
Trump berkomitmen menjamin bahwa seluruh negara penerima manfaat GSP
menjunjung tinggi prinsip tawar-menawar mereka dengan terus mematuhi
kriteria kelayakan yang diatur oleh Kongres.
“Kami berharap India, Indonesia, dan Kazakhstan dapat bekerja sama dengan kami untuk membahas kekhawatiran kami yang mendasari review ini,” demikian pernyatan resmi Jeffrey.
Kekhawatiran dimaksud adalah terkait kriteria dalam GSP soal akses
pasar serta jasa dan investasi. Indonesia telah menerapkan beragam
hambatan perdagangan dan investasi yang mengakibatkan dampak negatif
yang serius atas perdagangan AS.
Adapun pada Oktober 2017, USTR memulai proses penilaian tiga tahunan
terhadap kelayakan negara penerima GSP. Tahap pertama mencakup 25 negara
penerima GSP di Asia dan kepulauan Pasifik.
USTR juga menerima petisi dari stakeholders di AS yang meminta diadakannya kembali peninjauan ulang atas kelayakan negara penerima GSP.
Berdasarkan analisa informasi dari proses penilaian serta petisi yang diterima dari stakeholders, USTR akhirnya menetapkan peninjauan ulang atas kelayakan Indonesia sebagai penerima GSP.
Respon Indonesia
Menanggapi rencana perang dagang AS-Indonesia itu, Ketua Asosiasi
Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, hal itu sinyal
bagi Indonesia untuk segera berunding dengan AS.
Pemberitahuan dari Trump artinya supaya Indonesia merapat segera.
Merapat itu berunding supaya menghasilkan suatu kondisi yang namanya win-win untuk AS dan ini bagaimana.
Saat ini Indonesia dikenakan bea masuk sekitar 11% hingga 30% ke AS.
Bea masuk yang dikenakan Indonesia jauh lebih tinggi jika dibandingkan
oleh Bangladesh maupun Vietnam sama-sama dikenakan bea masuk 0%. Makanya
daya saing Indonesia terhadap Bangladesh dan Vietnam kalah.
Meski begitu, dia mengatakan, peringatan itu bukanlah ajakan untuk
perang dagang. Ade mengatakan, hal itu sinyal untuk berunding. Sebab,
Indonesia hanya diam-diam saja terkait isu perdagangan. Padahal, bagi AS
masalah perdagangan adalah hal penting.
Presiden Jokowi sendiri mengaku akan buka-bukaan secara khusus
terkait perang dagang antara AS dengan China, termasuk antara
AS-Indonesia. Selain itu, AS juga memberi sinyal perang dagang ke
Indonesia.
Jokowi mengungkapkan penjelasan terkait kondisi perang dagang akan dilakukannya awal pekan depan atau Senin tanggal 9 Juli 2018.
“Saya kira nanti hari Senin kita akan berbicara secara khusus mengenai itu, hari Senin ya,” kata Jokowi hari ini.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar