Maritim--Lombok,
Genap empat tahun Kemenko Bidang Kemaritiman dibentuk oleh Presiden
Joko Widodo untuk menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di
bidang kemaritiman melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10/2015.
Sesuai
mandat itu, Kemenko Bidang Kemaritiman melalui Kedeputian Bidang
Koordinasi Infrastruktur melaksanakan Rakor Infrastruktur _Kemaritiman_
bertema " _Infrastruktur untuk Pembangunan Nasional_ "di Lombok, NTB,
Rabu (19-8-2018).
Deputi
Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Bidang Kemaritiman Ridwan
Djamaluddin yang membuka rakor tersebut menjelaskan pentingnya _sinergi_
antar lembaga pemerintah maupun swasta untuk menyelesaikan beragam
permasalahan terkait infrastruktur kemaritiman.
"Untuk
mengurai berbagai permasalahan terutama infrastruktur kemaritiman, kami
butuh masukan tidak hanya dari kementerian tapi kami juga butuh masukan
dari pelaku di lapangan," ujarnya kata Deputi Ridwan.
Sebelum
membuka forum untuk hadirin, dari sisi pemerintah, Kemenko Bidang
Kemaritiman menghadirkan tiga narasumber utama. Pertama, para peserta
diberikan wawasan mengenai beragam permasalahan yang menghambat
pengembangan sektor pariwisata oleh Penasehat Kehormatan Menpar
Indroyono Soesilo. "Ada kebijakan terkait pariwisata yang sangat
sektoral sehingga berpengaruh pada kelangsungan pariwisata," ujarnya.
Diapun
lantas mencontohkan adanya larangan kapal wisata ( _cruise_) melintas
di tiga alur yang melalui Raja Ampat dari kepala Unit Penyelenggara
Pelabuhan (UPP) di sebuah wilayah di Provinsi Papua pasca kandasnya
kapal MV Caledonian Sky tahun 2017 silam. "Untuk menjadikan pariwisata
sebagai pendulang devisa terbesar pertama setelah sawit, kita perlu
sinkronisasikan kebijakan," tegas mantan menko maritim itu.
Selain
dari Kemenpar, narasumber yang dihadirkan dalam rakor tersebut berasal
dari Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas), Ketua Masyarakat
Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit. Para narasumber
tersebut berbicara mengenai percepatan pembangunan infrastruktur
kemaritiman dan strategi mengurai masalah transportasi maritim di
Indonesia.
Lebih jauh,
untuk memperoleh masukan yang komprehensif, rakor itu dibagi menjadi
empat sesi dengan pembahasan khusus mengenai infrastruktur penunjang
pariwisata, pengelolaan gas di wilayah Indonesia Timur serta
infrastruktur kemaritiman termasuk tol laut. Masing-masing sesi itu
dimoderatori oleh Asisten Deputi Bidang Penunjang Infrastruktur Firdausi
Manti, Asisten Deputi Bidang Infrastruktur Pertambangan dan Energi
Yudi Prabangkara, Asisten Deputi Bidang Infrastruktur Konektivitas dan
Sistem Logistik Rusli Rahim, dan Asisten Deputi Bidang Infrastruktur,
Pelayaran, Perikanan dan Pariwisata Rahman Hidayat.
Hadir
dalam rapat koordinasi itu para pemangku kepentingan dari Kementerian
Kelautan, Kementerian Perhubungan, Pelindo II, Pelni, ASDP, PLN, serta
pelaku usaha di bidang perhubungan laut.
*Impor Suku Cadang Kapal dan Tumpang Tindih Kebijakan Masih Jadi Masalah*
Terungkap
dalam rakor itu, bahwa operator kapal masih kesulitan untuk mengurus
perizinan kapal. Seperti yang dialami oleh Anita, seorang operator
kapal, yang mengaku harus mendatangi beberapa pejabat kementerian agar
izin kapalnya segera keluar.
Masalah
lain yang muncul dalam rakor adalah masih sulitnya pemenuhan komponen
kapal dari dalam negeri hingga sulitnya mencari teknisi di bidang
perkapalan.
Kemudian,
mengenai pengelolaan gas di wilayah Indonesia Timur, PLN memberikan
masukan agar pemerintah bersiap untuk menambah cadangan gas yang
diperkirakan akan habis pada tahun 2025. Padahal, saat ini, pemanfaatan
gas untuk elektrifikasi dipandang masih inefisien. Pasalnya, fasilitas
pembangkit listrik tenaga gas masih belum terintegrasi dengan baik
dengan fasilitas penunjang lainnya.
Tak
hanya itu, salah satu pengusaha perikanan juga mengeluhkan sulitnya
pengelolaan ikan hasil tangkapan karena kurang memadainya _cold
storage_.
Menutup rakor,
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Ridwan Djamaluddin mengatakan
masukan-masukan tersebut akan terus dibicarakan secara teknis dengan
kementerian/lembaga terkait. "Walaupun sulit, kami akan terus melakukan
koordinasi dan menyusun peta jalan untuk mengurai dan menyelesaikan
permasalahan-permasalahan itu. Satu kekuatan yang terpenting untuk
mengatasi masalah adalah koordinasi dan kerja sama," tutupnya. (**)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar