Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia

Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh. Itulah Motto Media Kami
Home » » Mujair Jayapura

Mujair Jayapura

Written By Nusantara Bicara on 28 Jul 2021 | Juli 28, 2021

 


Wednesday, 28 Jul 2021

#153

Istri saya sudah tak sabar. Katanya saya ini tidak adil. Saya sudah keliling ke hampir semua provinsi di Indonesia, dia belum. Sebelum pandemi, beberapa kali rencana itu gagal. Sekarang, kita harus menunggu pandemi berakhir atau mereda signifikan. 

Kebetulan dulu saya memang sering terbang ke sana-ke mari. Tidak seekstrem Abah saya pada saat puncak sibuknya, tapi lumayan ekstrem. Karena grup media yang tersebar dari Aceh sampai Papua, saya sering ke mana-mana walau sehari-sehari. Karena liga basket pelajar (DBL) yang saya prakarsai juga sudah di 30-an kota di Indonesia, saya juga sering ke mana-mana. Lompat dari satu pulau ke pulau yang lain, walau kadang tak sampai satu hari di satu pulau.

Rekor saya adalah 75 penerbangan dalam 90 hari.

Termasuk yang paling berkesan, terbang balik ke Surabaya untuk kelahiran putra pertama, lalu dalam sehari langsung terbang lagi ke pulau lain untuk acara lanjutan.


Karena sifatnya untuk pekerjaan, saya tidak sempat jalan-jalan berwisata. Kadang sempat mengunjungi satu dua tempat, tapi termasuk jarang. Satu hal yang pasti: Diajak makan ke tempat paling enak atau paling terkenal di kota itu.

Saya bukan orang kuliner. Walau beberapa tahun terakhir ini, karena teman-teman terdekat dan istri, saya jadi lebih mikirin kuliner. Saya paling suka nonton acara TV berjudul Diners, Drive-Ins, and Dives yang dipandu oleh Guy Fieri. Kalau pergi ke Negeri Paman Sam, menjajal restoran yang dia rekomendasikan.

Belakangan, khususnya saat isolasi mandiri karena positif Covid beberapa pekan lalu, di YouTube saya paling banyak nonton acara-acara kuliner. Sambil mencatat, kelak kalau ke sana, saya ingin makan ini dan makan itu.


Bagi pembaca yang rutin membaca tulisan saya, mungkin sekarang paham kenapa saya mbelani antre tujuh jam untuk makan Snow's BBQ di Texas, Juni lalu (Baca: Antre 7 Jam BBQ Tootsie).

Tentu saja, di saat tidak bisa ke mana-mana seperti sekarang, rasanya jadi kangen keliling lagi. Dan kali ini kembali keliling Indonesia. Rencana awal, mulai Agustus nanti, DBL sudah akan kembali jalan di beberapa pulau. Memberi kesempatan untuk keliling lagi. Sekarang jadi tertunda lagi, semoga tidak terlalu lama.


Bicara soal keliling itu, ada beberapa tempat yang saya benar-benar kangen. Nomor satu: Papua. Istri saya paling ingin ikut ke sana. Dia belum pernah ke sana. Beberapa kali kami gagal ke sana, karena jadwal dan lain-lain. Padahal, DBL termasuk paling sukses di sana. Banyak pemain basket hebat kami temui di sana.

Antrean penonton di GOR Cenderawasih Jayapura, tempat diselenggarakannya DBL 2009. Saat itu, selama seminggu Papua heboh DBL.

Kebetulan, dulu saya pernah diajak keliling ke pulau-pulau kecil di Danau Sentani. Menengok masyarakatnya. Hebatnya, waktu itu, pulau-pulau kecil itu punya lapangan basket.

Kalau bisa ke sana lagi, saya ingin mampir ke Merauke. Ingin ketemu anak-anak basket di sana. Karena dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak pemain terbaik DBL (dan tertinggi) muncul dari sana.

Soal makan, ada satu yang saya kangen: Ikan mujair pedas di Jayapura. Terus terang saya lupa nama rumah makannya. Saya hanya ingat lokasinya. Di seberang GOR Cenderawasih, tempat DBL pertama kali diselenggarakan di sana. Saya bukan penggemar makanan pedas, tapi ikan mujairnya berkesan saya sampai tiap hari makan di situ.

Baru-baru ini, saya diminta mengucapkan selamat ulang tahun kepada komunitas Bonek di Jayapura. Dalam pesan, saya bilang ingin segera ke sana, bertemu mereka dan makan ikan mujair!

Mengunjungi perbatasan Indonesia dan Papua Nugini.

Dari ujung barat, ada juga yang saya kangen, dan berkali-kali saya sampaikan ke istri kalau saya kangen makan itu. Yaitu Ayam Tangkap di Aceh. Pada 2010, DBL kali pertama diselenggarakan di sana. Menjadi event olahraga resmi besar pertama di sana sejak Sarung Tinju Emas tahun 1970-an!

Teman-teman di sana mengajak saya makan Ayam Tangkap, dan saya keranjingan. Setiap hari makan di sana. Ayam dipotong kecil-kecil, digoreng dengan daun jeruk dan lain-lain. Aduh enaknya. Ada warung kopi sederhana juga yang saya suka di tengah kota, walau saya sangat lupa namanya.

Bersama kru DBL di Kilometer Nol Indonesia, Sabang.

Hmmm, apa lagi ya yang saya kangen? Terus terang harus saya tegaskan: Saya bukan penggemar kuliner kelas berat. Lebih sering makan yang praktis daripada yang heboh.

Oh ya, kalau balik ke kampung halaman ibu (dan tempat kelahiran saya) di Samarinda, pasti makan Soto Banjar. Walau rasanya buatan ibu saya tetap yang terbaik. Buras buatan ibu juga yang terbaik.

Lalu ada makan ikan goropa di Manado, Coto di Makassar, Ayam Taliwang di Lombok, ada ikan kecil-kecil di restoran lupa namanya di Pekanbaru, makan ikan di perahu di Palembang, ikan salju di Pontianak, dan masih banyak lagi. Kalau di Jogja paling simple: Pasti ke Ayam Suharti atau Sate Samirono wkwkwkwk...

Mohon maaf, karena saya memang bukan orang kuliner, saya tidak ingat nama-nama tempat makannya! Tapi saya tahu di mana! Mungkin pembaca bisa membantu mengingatkan nama-nama tempatnya.

Yang penasaran masih di Padang. Waktu di sana, saya diantar ke restoran makanan Padang (tentu!) yang katanya paling bagus (waktu itu). Namanya Sederhana. Lah, saya bilang, di Surabaya juga ada. Jadi kalau nanti ke sana lagi, tolong bantu rekomendasi makan di mana!

Kalau pandemi ini sudah mereda, dan aktivitas kembali menuju normal, saya akan mengunjungi lagi tempat-tempat itu. Makan di tempat-tempat itu.

Yang pasti mengajak istri ke Papua, karena dia pengin sekali ke sana. Anak-anak saya juga sudah cukup besar untuk diajak ke sana. Dan saya berjanji harus makan ikan mujair lagi di Jayapura. Lalu ke Merauke.

Kalau keliling lagi, saya ingin lebih jadi "turis." Lebih menikmati. Tidak datang pergi datang pergi.

Memang, banyak tempat makan itu butuh waktu cukup lama untuk menikmati hidangannya. Ada yang bisa cepat, banyak yang harus agak lama. Apalagi selalu dengan teman-teman di sana, yang kita jarang bertemu dan ngobrol bersama. Dua puluh menit pasti tidak cukup. Jadi saya akan ke sana, setelah 20 menit keluar, lalu masuk lagi. Dua puluh menit keluar lagi. Lalu masuk lagi...(Azrul Ananda)

Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara