Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia

Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh. Itulah Motto Media Kami
Home » , » Dialog Budaya dan Syiar Syair Ayat-ayat Buana Bersama Eko Sriyanto Galgendu di Studio Yon Koeswoyo

Dialog Budaya dan Syiar Syair Ayat-ayat Buana Bersama Eko Sriyanto Galgendu di Studio Yon Koeswoyo

Written By Nusantara Bicara on 15 Agu 2021 | Agustus 15, 2021

 


Catatan Jacob Ereste :

Minggu, 15 Agustus 2021

Sajian Jalaluddin Rumi untuk syair dan syiar Islam yang juga dikenal  sebagai filsuf dan rajutan karya sastranya yang indah itu, juga ada di Indonesia seperti yang didedahkan Eko Sriyanto Galgendu di Studio Yon Koeswoyo, pada hari Miggu, 15 Agustus 2021 bersama Emak-enak dan Jerri Yon Koeswoyo di bilangan Pamulang Ciputat, Tangerang Sekatan.

Meski dalam berbagai usaha untuk mencercap karya-karya sastra Jalaluddin Rumi cukup susah untuk dipahami, utamanya pada kedalaman makna yang tersirat dalam karya besarnya, kita dapat padanan dari syiar syair ayat-ayat buana yang didedahkan Eko Sriyanto Galgendu.

Sejatinya karya sastra -- utamanya puisi terlebih untuk karya kaum sufi -- tampaknya memang tidak perlu membuat suntuk dipahami -- karena yang tidak kalah penting adalah menikmati saja karya kaum sufi itu dengan mata batin dan pencercapan dalam suasana yang asyik tanpa beban seperti sang penyairnya sendiri yang melakoninya tanpa beban. Toh, syair kaum sufi itu  sesungguhnya dibuat lantaran ketidak-mampuan penyair untuk mengungkap realitas kehidupan yang sesungguh- sungguhnya dia hadapi, lalu mereka disajikan begitu saja pada publik, tanpa perlu mempertengkarkan suka atau tidak pada karya yang tersajikan itu pada publik.

Kecuali itu, kaum sufi yang menulis karya sastra itu memang sudah  dari sononya ingin mendedikasikan dirinya dalam dunia tasawuf, sementar tasawuf itu sendiri adalah jalan panjang yang mendaki serta curam untuk mendekat kepada  Tuhan yang tidak kalah rumit rincian syariatnya.

Nama Jalaluddin Rumi sendiri pun sudah mengusung banyak misteri. Betapa tidak, Jalaluddin Muhammad bin Muhammad bin Husin Al Khatibi Al Bakir itu berjuluk Rumi lantaran dia telah menghabiskan sebagian dari hidupnya di Konya,  sebuah kota yang sekarang menjadi bagian dari Turki atau yang lebih dikenal dengan sebutan Rum pada masa lalu.

Jadi kehadiran Rumi pada masanya -- lahir pada 30 September 1207 di Masehi Balkh yang masuk wilayah Afghanistan sekarang -- sudah dikenal dengan sebutan Rumi -- mulai dari dalam keluarganya yang berpendidikan tinggi pada masa itu,  dan ayahnya ahli dalam bidang ilmu agama, hukum dan ahli kebatinan. Jadi sosok Jalaluddin Rumi yang kita kenal sekarang semacam maha guru spiritual yang unik. Karena eksistensi kesufiannya boleh diklaim banyak pihak. Begitu pula hujatan yang dihantamkan pada dirinya, baik sebagai penyair maupun sebagai filosuf.

Dari latar belakang keluarganya yang kuat keagamaan, Rumi tumbuh besar menjadi dewasa hingga pada akhirnya cukup memiliki bekal untuk mengembara dengan bebas dan merdeka guna menemukan jati dirinya yang sejati, kemudian masuk habitat kaum sufi kaliber dunia yang sungguh sangat mengagumkan bagi banyak orang. Agaknya, begitulah  pemikiran cemerlangnya pada masa awal  membedah konsep tawwakal, yaitu suatu konsepsi yang kemudian menjadi bagian wilayah spiritual yang dijelajahinya sebegitu jauh hingga sulit dijangkau oleh banyak orang.

Di Indonesia pun sebetulnya telah lama muncul Eko Sriyanto Galgendu yang tidak kalah asyik mendedahkan syiar syair sufi dari ayat-ayat buana yang mengusung nilai-nilai religius untuk mengetuk dimensi dari kesadaran spiritual setiap orang. Dalam  acara silaturahmi dan dialog budaya pada 15 Agustus 2021 di Studio Yon Koeswoyo di kawasan Pamulang, Ciputat Tangerang Selatan syiar dan syair ayat-ayat buana itu menjadi bagian yang disuguhkan.

Ita Pakpahan dari Sindikat Aspirasi Emak-emak ikut membuka tabir kesadaran spiritual melalui puisi puja-puji sejenis karya Mustofa Bisri yang sewarna dengan syiar dan syair dari ayat-ayat buana yang dilantunkan Eko Sriyanto Galgendu dalam acara dialog budaya bertema "Mencari Jiwa Bangsa Yang Hilang".  

Eko Sriyanto Galgendu mengungkap dari tamansari hati terdalam pada kehidupan, manusia justru menemukan ke-Esa-an Tuhan yang tidak terbatas. Hingga dengan cara melakukan darma kebaikan untuk kemanusiaan tanpa pamrih, adalah jalan terbaik untuk  menuntun diri mendekat kepada Tuhan.

Yon Koeswoyo selaku sahibul  hajat menimpali syiar syair ayat-ayat buana Eko Sriyanto Galgendu dengan masterspice karya legendaris Koes Plus yang telah menjadi bagian dari sejarah budaya -- khususnya kesenian di Indonesia -- sejak setengah abad silam di negeri kita. Apapun kisah dan ceritanya, khasanah seni budaya bangsa -- khususnya musik -- Koes Plus telah mengukir dan menancapkan monumen karya anak bangsa di belantika musik yang tidak akan terhapus oleh jaman. Apalagi ghiroh dari generasi penerus Koeswoyo -- seperti Jerri Yon Koeswoyo --tetap gigih dan tekun merawat warisan leluhurnya itu di tengah arus jaman yang terus melesat ke masa depan.

Acara silaturahmi dan dialog budaya di Studio Musik Yon Koeswoyo yang kini dikelola  oleh putra sulung almarhum Yon Koeswoyo ini --  Jerri Yon Koeswoyo -- telah bersepakat dengan Mak Wati dan Eko Sriyanto Galgendu untuk terus melakukan acara serupa secara rutin danvahrk setiap bulan. Kalau pun untuk acara awal  pesertanya masih bersifat terbatas, semua dilakukan untuk mematuhi protokol kesehatan. Sebab, GMRI sendiri yang dibesut oleh Eko Sriyanto Galgendu merupakan bagian dari elemen masyarakat yang menaruh perhatian dan kepedulian untuk ikut mengatasi pandemi Covid-19 maupun Varian Delta yang telah membuat warga bangsa Indonesia kelimpungan. 

Toh, jadual dialog budaya bersama Eko Sriyanto Galgendu bersama Emak Wati dan Jerri Yon Koeswoyo sudah disepakati untuk dilakukan minimal setiap bulan.***

Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara