Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh adalah Motto Media Kami...

Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh adalah Motto Media Kami...
MEDIA Penerus Perjuangan CITA-CITA ‘THE FOUNDING FATHERS’ Bangsa INDONESIA
Home » , » Hak Rakyat Dibatasi, KPI Desak Presidential Threshold Dihapus

Hak Rakyat Dibatasi, KPI Desak Presidential Threshold Dihapus

Written By Nusantara Bicara on 29 Agu 2021 | Agustus 29, 2021

 


Jakarta, nusantarabicara.co – Dewan Pendiri Koalisi Peduli Indonesia (KPI), Hilman Firmansyah menilai, bahwa ambang batas pencalonan Presiden ( Presidential Threshold ) telah mereduksi hak rakyat untuk memilih. Sebab, hanya mereka yang bisa lolos ambang batas itulah yang bisa mengajukan Calon Presiden (Capres) dan pilihan rakyat pun menjadi terbatas.

bicara soal pemilu 2024 nanti dimana pemilu langsung oleh rakyat akan direduksi dengan adanya presidential threshold. 

Dampak dari Presidential Threshold (PT) tersebut adalah permainan uang, atau kuasa uang. Di mana kekuatan permainan uang sangat dominan di dalamnya.

yang tak kalah penting PT itu kemudian juga munculkan apa yang disebut kuasa uang yang membungkam demokrasi. 

Hilman menegaskan bahwa politik uang yang dimaksud dari istilah kuasa uang bukan sekadar memperjualbelikan suara rakyat (vote buying). 

Kita sering menyebut politik uang itu sebenarnya yang dimaksud adalah vote buying, padahal tidak hanya itu di dalamnya ada money politic, electoral corruption, ada political corruption dan lainnya. 

praktik politik uang ini bisa kita lihat saat calon presiden dan wakil presiden yang tengah mencari dukungan dari partai politik, karena imbas dari keberadaan presidential threshold.

semua ini termasuk jenis-jenis korupsi pemilu. Dan kalau kita bicara presidential threshold, maka yang paling berkaitan dengan itu adalah bagaimana calon kandidat presiden atau wakil presiden memberi mahar ke partai politik untuk bisa dicalonkan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

syarat presidential threshold dalam pemilihan presiden telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat karena hanya menghasilkan dua calon pasangan presiden dan wakil presiden.

Padahal esensi pemilu itu menghadirkan kompetisi yang sehat dan beradab.

Serta mempromosikan integritas dan kualitas pasangan calon pemimpin negara, bukan malah menutup kompetisi digantikan dengan cara aklamasi.

KPI mendukung Langkah Rizal Ramli untuk terus memperjuangkan Penghapusan ambang batas pencalonan atau presidential threshold 20 persen bersama tokoh nasional lainnya, menurut Rizal ramli presidential threshold adalah sistem yang keliru namun disenangi partai politik. Kesenangan itu, karena adanya upeti atau mahar politik yang diterima dari calon pemimpin.

Begitu dikatakan begawan ekonomi Rizal Ramli dalam peluncuran buku karya pemerhati politik M Rizal Fadillah berjudul “Rakyat Menampar Muka”, Kamis (19/8).

Dikatakan Rizal, ambang batas yang dipatok 20 persen, membuat calon pemimpin mencari dukungan politik yang juga sulit didapatkan hanya dari satu partai politik.

“Kalau mau jadi bupati, gubernur, presiden harus bisa dapat dukungan 20 persen suara, biasanya perlu sekitar tiga partai,” kata Rizal.

Lanjutnya, pada setiap tingkatan memiliki ongkos politik yang berbeda-beda. Termurah, di tingkat bupati dengan biaya minimal Rp 10 miliar per partai politik.

“Dalam praktiknya, partai-partai ini kan tinggal sewa aja, misalnya untuk jadi walikota 20 persen (butuh) tiga partai masing-masing Rp 10-20 miliar, biaya partainya itu 60 miliar, jadi gubernur Rp 100-300 miliar, jadi presiden di atas Rp 1 triliun,” jelasnya.

Menurut Rizal Ramli nominal rupiah yang tidak sedikit itu menjadi sumber kebahagiaan partai politik dan atas itu juga mengapa ambang batas pencalonan tetap dipertahankan sekalipun bertentangan dengan konstitusi UUD 1945.

Partai-partai sangat senang dengan sistem threshold ini, karena mereka bisa terima upeti, terima setoran tanpa melakukan apa-apa,” ujar Rizal ramli.

Hilman menegaskan dalam Revisi UU Pemilu nantinya adalah untuk mendorong munculnya lebih dari 2 pasangan calon.

revisi Undang-undang Pemilu harus bernuansa untuk mendorong munculnya calon lebih dari dua Pasangan calon. Jadi calon itu harus lebih dari dua pasangan sebagai ikhtiar transisi dan pembelajaran demokrasi baik untuk elite maupun Rakyat indonesia. (Zipau)

Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara