Jakarta, Nusantara Bicara --- Polemik yang terjadi di sekitaran Makam Syech Burhanuddin, Padang Pariaman memasuki babak baru, beberapa orang yang diduga mengambil keuntungan pribadi dari keberadaan makam syech Burhanuddin ditangkap aparat kepolisian.
Ahad 10 Desember 2023, Podcast Padang Pariaman menggelar kajian Ulakan dan Syekh Burhanuddin ini. Termasuk kajian pergolakan dan polemik yang terjadi akhir-akhir ini, yang berujung pada tuntutan hukum.
Menghadirkan seorang niniak mamak nan berulayat H. Yusabri Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro, Heri Firmansyah Tuanku Khalifah, yang merupakan Khalifah ke XV Syekh Burhanuddin, dan Adamsyah, kuasa hukum dan advokat yang sedang menangani perkara ulayat dan khalifah itu sendiri.
Bicara soal Khalifah Syekh Burhanuddin tak lepas dari persoalan ilmu dan keilmuan orang yang menjalankannya.
"Demikian itu garis jelas, dan merupakan ketentuan yang berdasarkan keilmuan dari yang menjalankan sebelumnya, dan keilmuan orang yang diberi amanah sebagai khalifah dari khalifah sebelumnya," ulas Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro.
Sementara, ketentuan syarak atau agama di Ulakan ini, pusek jalo pumpunan ikannya terletak di Tuanku Kadhi dan Tuanku Khalifah. Dan adat terletak di Rajo nan barampek Panghulu nan baranam.
"Itu yang disebut dengan Ulakan sejak dulu sampai hari ini dan sampai kapanpun nantinya," tegas dia.
Syekh Burhanuddin yang lahir tahun 1026 H, saat dikonversi ke tahun Masehi, rentang 1021-1026 Hijriah tersebut diperkirakan antara tahun 1612-1617 Masehi, atau sekitar awal abad ke-17.
Sebelum abad itu, Ulakan sudah ada, dan ulayatnya jelas dari masing-masing Rajo dalam tatanan adat yang berlaku di Ulakan ini.
Perkara pengelolaan makam Syekh Burhanuddin, ulama yang terkenal sampai ke Semanjung Malaysia sana, adalah kewenangan dari niniak mamak nan berulayat.
Warih bajawek, pusako batolong sejak dulunya, ulayat Ulakan yang merupakan ulayat Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro, saat ini dijalankan oleh Yusabri.
Cerita Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro ini, bahwa untuk membersamai dengan kekuatan Ulakan secara menyeluruh, dalam pengelolaan makam, para Rajo yang lain, termasuk panghulu, itu sifatnya dibawa oleh Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro.
Kenapa demikian, hanya Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro yang pakai imam dan khatib. Sementara, Rajo lainnya tidak yang memakai sekali dua, imam khatib seperti Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro ini.
Imam khatib inilah sehari-harinya menjalankan titah mengelola makam itu. Termasuk dalam mengadakan musyawarah mufakat untuk membuka kotak infak yang ada di makam itu.
Sementara, Heri Firmansyah Tuanku Khalifah merasakan betapa polemik dan pro kontra baru zaman dia jadi khalifah ini terjadinya.
Sepanjang pengetahuan alumni Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuk Pua, Padang Pariaman ini, garis khalifah dari dulu belum ditemukan ada masalah.
Padahal, dia diangkat dan dikukuhkan jadi khalifah meneruskan titah dari pendahulunya, Syekh Barmawi yang menjalankan kekhalifahan dari 1336-1424 H.
"Prosesinya lengkap. Seluruh niniak mamak nan berulayat, panghulu, para ulama, termasuk Tuanku Kadhi Ulakan, Tuanku Kadhi VII Koto, Tuanku Kadhi Lubuk Ipuah hadir membersamai kegiatan prosesi pengukuhan khalifah ke saya," cerita Heri Firmansyah.
Membaca Syekh Burhanuddin, tidak bisa melepaskan dari tiga titik sentral di Ulakan itu. Titik sentral yang jadi sejarah penting dan sejarah panjang Syekh Burhanuddin itu sendiri.
Pertama makam Syekh Burhanuddin itu sendiri di Ulakan. Kedua Surau Pondok Ketek, sebagai tempat penyimpanan peninggalan Syekh Burhanuddin, dan ketiga Surau Gadang Tanjung Medan, sebagai surau tempat Syekh Burhanuddin mengajar dulunya, sepulang dari Aceh.
Barangkali, kata Heri Firmansyah Tuanku Khalifah, Ulakan yang terkenal sebagai pusat "Basafa" setiap tahunnya dalam memaknai hari wafatnya Syekh Burhanuddin, perlu di-Perda-kan oleh Pemkab Padang Pariaman.
Di dalam Perda itu dijelaskan titik sentral, sebagai sejarah panjang dan bahkan menjadikan peradaban Ulakan itu sendiri.
Bagi Heri Firmansyah Tuanku Khalifah, perbedaan cara pandang yang melahirkan pro dan kontra di tengah masyarakat, adalah akibat gagal paham.
Perlu diluruskan, sesuai titah yang kalau bahasa adatnya, warih bajawek pusako batolong sejak dulu sampai sekarang.
Sejarah ini tak boleh berbelok, atau dibelokkan, melenceng dari yang sebenarnya.
Untuk itu, kuasa hukum Adamsyah melanjutkan dan ingin persoalan ini tidak melebar kemana-mana.
Dia meluruskan kembali, karena di sebagian masyarakat berkembang opini, bahwa Ulakan tanah sarikat. Padah tidak. Yang betulnya, Ulakan itu berada dalam ulayat.
Itu Ulakan dan itulah Minangkabau. Tak ada ulayat yang tidak dipegang oleh niniak mamak nan berulayat.
"Perunungan yang panjang, terkait beberapa tahun lalu beredar luas hal-hal yang membuat kebesaran niniak mamak nan berulayat terusik," ulas Adamsyah.
Terusik, niniak mamak nan berulayat Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro dilecehkan, Tuanku Khalifah difitnah dan segala macamnya yang berbau penghinaan, yang tentunya tidak elok dibiarkan begitu saja liar di jagat media sosial.
Ditambah perusakan terhadap cagar budaya, berupa prasasti nama-nama Khalifah Syekh Burhanuddin, lalu ada perampasan uang makam dan uang Masjid Agung, yang semestinya tidak boleh terjadi, tepati faktanya demikian.
Sudah terjadi, dan sedang diperkarakan secara hukum. Prosesnya sedang berjalan. Pihak Polres Padang Pariaman sudah menetapkan tersangkanya.
Namun, dari sekian banyak tuntutan, baru satu kasus yang diproses. "Kita ingin, semuanya diproses secara hukum positif," tegas Adamsyah.
Kuasa hukum Adamsyah terpanggil untuk meluruskan itu semua. Memberikan dampak hukum positif kepada pelaku yang dinilai telah merusak tatanan itu sendiri. (Disadur dari sigi24)
Posting Komentar