www.nusantarabicara.co

www.nusantarabicara.co
Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Home » » Dampak Yang Dialami Kelompok Rentan Dalam Pelayanan Adminduk dan Hak Memilih Dalam Pemilu 2024

Dampak Yang Dialami Kelompok Rentan Dalam Pelayanan Adminduk dan Hak Memilih Dalam Pemilu 2024

Written By Nusantara Bicara on 7 Feb 2024 | Februari 07, 2024




 Nusantara Bicara, Jakarta    ---    Kelompok Kerja Masyarakat Sipil untuk Identitas Hukum (Pokja Identitas Hukum) memiliki perhatian serius pada upaya penguatan kependudukan dan pencatatan sipil khususnya untuk kelompok rentan. Pokja Identitas Hukum menyelenggarakan seminar berjudul “Peran Pelayanan Adminduk dan Data Kependudukan dalam Pemilu 2024”. Seminar ini dilaksanakan pada 6 Februari 2024 di Hotel Ashley, Gondangdia, Jakarta Pusat. Tujuan dari diadakannya seminar ini adalah untuk pembelajaran penggunaan data kependudukan dalam proses Pemilihan Umum Tahun 2024 untuk penguatan sistem demokrasi dan layanan administrasi kependudukan. Materi disampaikan oleh Nurul Amalia Salabi dari Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Dr. Handayani Ningrum S.E., M.Si dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil), dan Eddy Setiawan dari Insitut Kewarganegaraan Indonesia (IKI).

Perludem menjelaskan terkait Optimalisasi Penggunaan Data Kependudukan dalam Proses Pemilu 2024. Sebagaimana ditekankan dalam monitoring Perludem, permasalahan utama terletak pada sektor DP4 (Data Penduduk Potensian Pemilih Pemilu). Data kependudukan yang akurat adalah kunci dari tidak adanya ekslusi kelompok tertentu dan tidak boleh ada diskriminasi dalam regulasi. Terdapat setidaknya 4% masyarakat yang tidak terdaftar sebagai pemilih diantaranya adalah transgender karena tidak membawa atau tidak memiliki Kartu Keluarga (KK), disabilitas mental, masyarakat adat seperti yang tinggal dalam konserfasi hutan.

 Berdasarkan data Dukcapil, jumlah penduduk yang tercatat berdasarkan NIK berjumlah 204,656,053 per Desember 2022. Dukcapil telah melakukan ‘jemput bola’ kepada penduduk terkait pencatatan dan pembaharuan data. Masih terdapat permasalahan di lapangan karena masyarakat tidak melaporkan peristira penting yang dialami oleh dirinya atau keluarganya, terlebih yang dialami oleh penduduk rentan adminduk yaitu kaum marjinal atau miskin ekstrem, ODGJ, narapidana, disabilitas, dan transgender.

Terdapat dua dimensi kewarganegaraan yakni status hukum dan praktik kewarganegaraan. Pencatatan sipil masuk dalam dimensi status hukum sebagai hak masyarakat Indonesia. IKI menyoroti bahwa akan lebih efektif jika berbagai peristiwa kependudukan bisa dengan sistem otomatis terindentifikasi dan terlaporkan ke dukcapil.

Disarankannya sistem nasional ini menanggapi beberapa kekhawatiran terkait pencatatan sipil diluar 6 kategori disabilitas yang sebelumnya disampaikan, seperti warga negara asing (WNA) yang mendapatkan hak pilih.

Beberapa permasalahan yang masih terjadi di lapangan, seperti:

– Pelayanan ‘jemput bola’ yang masih terfokus di kota besar dan sosialisasinya belum sampai menyentuh petugas di lapangan;

– Terdapat petugas setempat menganggap disabilitas, terutama perempuan dengan disabilitas intelektual, menyatakan tidak perlu memilih dalam Pemilu karena ‘belum dewasa’ secara usia mental;

Pencatatan juga fokus pada panti-panti tertentu, sehingga disabilitas dalam panti tersebut tercatat dalam KK panti;

– Kesulitan dalam mengurus akta kelahiran anak dari pernikahan siri, kebingungan terkait pengurusan KTP, dan status masyarakat yang hidup berpindah-pindah;

– Di area terpencil, masih banyak petugas yang belum paham siapa saja yang termasuk dalam masyarakat disabilitas;

– Ketidaksinkronan data antar Kementerian dengan data dukcapil yang menyebabkan terjadi celah seperti terjadinya pemalsuan akta kematian;

– Pengurusan dokumen kependudukan yang masih dikhawatirkan oleh masyarakat transgender, yang menjadi pemulung, tinggal di jalanan, dan orang yang baru keluar dari rumah tahanan yang tidak memiliki dokumen karena satu dan lain hal;

- Anak Dwi Kewarganegaraan Terbatas yang berulangtahun dalam rentang satu bulan sebelum pemilihan umum 2024 dan ingin memilih, tidak dapat memilih karena kartu identitas anaknya masih berwarna pink meskipun sudah lewat 17 tahun;

– WNA yang naturalisasi dibulan Oktober 2023 masih ada yang tidak bisa memilih di pemilu 2024; 

Rekomendasi:

1. Perlu ada undang-undang baru terkait kependudukan dan pencatatan sipil, yang mencakup penguatan jaminan HAM dan penyelenggaraan layanan dalam bentuk sistem aktif oleh pemerintah;

2. Terkait Pemilu, perlunya ada surat suara braille, serta layanan pembuatan Kartu Keluarga dan e-KTP bagi penduduk yang berhak memilih namun belum memiliki NIK;

3. Pembentukan data nasional disabilitas yang nantinya akan diberikan kartu penyandang disabilitas dan dengan melibatkan penyandang disabilitas sejak proses perencanaan;

4. Perlu sistem pelaporan yang terintegrasi dan inklusif terkait pencatatan peristiwa penting kependudukan.(agus)

Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara