Banten, Nusantara Bicara – Charlie Chandra, ahli waris tanah seluas 8,7 hektare di Desa Lemo, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, mendatangi Polda Banten pada Selasa (29/4/2025).
Kehadirannya merupakan tindak lanjut dari pemanggilan kedua sebagai tersangka korban kriminalisasi dalam dugaan kasus pemalsuan surat yang berkaitan dengan lahan yang kini menjadi bagian dari kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Charlie datang bersama tim kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) PP Muhammadiyah, suasana sempat memanas ketika Charlie Chandra dan rombongan kuasa hukumnya beserta massa simpatisan pendukung Charlie Chandra ditahan ketika hendak memasuki markas Polda Banten, namun suasana segera mereda setelah hanya beberapa orang saja yang diperbolehkan untuk masuk ke dalam Polda Banten.
Turut mendampingi sejumlah tokoh yang dikenal kritis terhadap proyek PIK 2, seperti Said Didu dan Kholid Miqdar, serta puluhan para pejuang melawan kriminalisasi PIK2 terhadap Charlie. Mereka yang datang memberikan solidaritas perjuangan.
Meski hadir, Charlie menolak untuk menjalani pemeriksaan.
Ia beralasan telah lebih dahulu mengajukan gugatan perdata terhadap PT Agung Sedayu Group, pengembang kawasan PIK 2, di Pengadilan Negeri Serang.
Tim kuasa hukum berpendapat, sesuai prinsip hukum, proses pidana seharusnya ditunda sementara apabila terdapat gugatan perdata yang sedang berjalan.
“Semestinya proses pidana dihentikan sementara karena klien kami telah menggugat secara perdata. Namun, panggilan pemeriksaan tetap dijalankan,” ujar Ghufroni, anggota tim kuasa hukum Charlie.
Penyidik, lanjutnya, memahami keberatan tersebut dan memperbolehkan Charlie tidak melanjutkan pemeriksaan.
Meski demikian, kehadiran Charlie tetap dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Menurut Ghufroni, hingga kini pihaknya masih menunggu jawaban dari Polda Banten mengenai permohonan penundaan perkara.
Pemanggilan Charlie disebut merupakan hasil dari putusan praperadilan yang diajukan oleh pihak kuasa hukum PT Mandiri Bangun Makmur (MBM), anak usaha dari Agung Sedayu Group, yang menggugat keputusan penghentian penyidikan (SP3) oleh Polda Metro Jaya pada 23 Mei 2023 lalu.
“Kami menilai ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap klien kami yang menolak menjual tanahnya kepada pengembang. Karena menolak, lalu dituduh memalsukan dokumen,” pungkas Ghufroni. (*)
Posting Komentar