Jakarta, nusantarabicara -- Mantan Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT), Prof. Dr. Paiman Raharjo, M.Si., akhirnya mengambil langkah mengejutkan dalam kasus hukum yang menyeret nama Roy Suryo dan sejumlah pihak lain terkait isu dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
Paiman memutuskan untuk mencabut gugatan perdata yang sebelumnya ia ajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), dan memilih untuk lebih memusatkan perhatian pada jalur pidana.
Keputusan tersebut terungkap melalui surat resmi yang disampaikan ke majelis hakim, di mana ia mengajukan pencabutan gugatan dengan nomor perkara 456/PDT.G/2025/PN.JKT.PST.
Paiman menyebut ada dua alasan utama di balik langkah ini. Pertama, adanya kesepakatan damai dengan dua dari enam tergugat, yakni Bambang Suryadi Bitor dan Hermanto. Kedua, ia ingin lebih serius mengawal proses hukum pidana yang menurutnya jauh lebih penting untuk memberikan kepastian hukum bagi publik.
Latar Belakang: Gugatan Perdata Atas Fitnah Ijazah Jokowi
Kasus ini berawal ketika isu soal keaslian ijazah Presiden Jokowi kembali ramai diperbincangkan. Isu tersebut menyeret sejumlah nama, termasuk Roy Suryo, yang diduga ikut menyebarkan narasi terkait dugaan pemalsuan ijazah.
Merasa nama baiknya ikut tercoreng, Paiman Raharjo yang juga merupakan akademisi dan mantan pejabat negara, akhirnya melayangkan gugatan perdata terhadap enam orang, termasuk Roy Suryo. Gugatan itu resmi didaftarkan pada 15 Juli 2025 di PN Jakpus.
Gugatan ini dilayangkan karena Paiman menilai tuduhan mengenai ijazah palsu Presiden Jokowi adalah bentuk fitnah yang serius, yang bukan hanya merugikan nama baik kepala negara, tapi juga berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.
Mediasi dan Kesepakatan Perdamaian
Namun, sebelum sidang perdata benar-benar masuk ke tahap pemeriksaan, terjadi peristiwa penting. Pada 3 September 2025, Paiman bersama dua tergugat, yakni Bambang Suryadi Bitor dan Hermanto, sepakat untuk melakukan mediasi.
Dalam proses mediasi yang berlangsung di PN Jakpus itu, kedua tergugat mengaku bahwa mereka sebenarnya tidak mengetahui secara jelas perihal tuduhan ijazah palsu. Bahkan, ada pengakuan bahwa kabar seputar ijazah Jokowi yang disebut-sebut dicetak di Pasar Pramuka hanyalah bentuk kesalahpahaman.
Paiman pun akhirnya luluh. Ia bersedia mencabut gugatan terhadap dua orang tersebut, baik di ranah perdata maupun pidana. Namun, kesepakatan damai ini tidak berlaku untuk Roy Suryo dan empat tergugat lainnya. Mereka tetap harus menghadapi proses hukum yang ada.
Langkah pencabutan ini sah secara hukum karena gugatan belum memasuki tahap pemeriksaan pokok perkara. Dengan begitu, pencabutan bisa dilakukan tanpa harus menunggu persetujuan para tergugat.
Sidang yang Sering Tertunda
Sejak awal, proses persidangan kasus ini memang berjalan tidak mulus. Sidang yang pertama dijadwalkan sering kali tertunda karena ketidakhadiran para tergugat.
Bahkan, PN Jakpus sempat memberikan pemanggilan ulang pada 26 Agustus 2025, yang disebut sebagai pemanggilan terakhir sebelum sidang diputuskan berlanjut ke tahap mediasi jika para tergugat tetap absen.
Situasi ini membuat Paiman merasa bahwa penyelesaian kasus melalui jalur perdata bisa jadi kurang efektif. Sebab, tanpa kehadiran tergugat, sidang tidak bisa berjalan lancar. Kondisi itulah yang semakin menguatkan keputusannya untuk lebih menitikberatkan pada jalur pidana.
Fokus ke Jalur Pidana
Bagi Paiman, ranah pidana jauh lebih penting karena menyangkut pertanggungjawaban hukum yang jelas. Ia menegaskan bahwa pelaporan pidana terhadap Roy Suryo dan kawan-kawan tetap berlanjut, bahkan ia mendorong agar pihak kepolisian segera menetapkan status hukum bagi mereka.
Paiman menegaskan harapannya agar Roy Suryo cs bisa segera ditetapkan sebagai tersangka, mengingat bukti-bukti yang ada sudah cukup kuat.
Ada beberapa alasan yang ia jadikan dasar:
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menyatakan secara resmi bahwa ijazah Jokowi adalah asli.
Laboratorium forensik Bareskrim Polri juga mengeluarkan hasil uji yang mengonfirmasi keaslian dokumen tersebut.
Bareskrim Polri bahkan sempat menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) terhadap aduan masyarakat, yang memperkuat legitimasi bahwa tuduhan ijazah palsu tidak berdasar.
Menurut Paiman, bukti-bukti tersebut seharusnya cukup untuk membuat kasus ini terang benderang. Ia menilai publik berhak mendapatkan kepastian hukum—apakah yang bersalah adalah pihak penyebar fitnah atau justru Presiden Jokowi.
Mengapa Jalur Pidana Lebih Penting?
Paiman menyadari bahwa sengketa perdata hanya bersifat ganti rugi atau permintaan maaf. Sementara itu, tuduhan yang dilontarkan terhadap Jokowi adalah isu serius yang menyangkut martabat kepala negara. Maka, penyelesaian lewat jalur pidana dianggap lebih tepat agar ada efek jera bagi pihak-pihak yang menyebarkan hoaks.
Selain itu, menurutnya, penyelesaian pidana akan memberikan kepastian hukum dan keadilan tidak hanya bagi dirinya atau Presiden Jokowi, tetapi juga bagi masyarakat luas yang terpapar isu tersebut.
Kronologi Singkat Kasus
15 Juli 2025 Paiman mendaftarkan gugatan perdata terhadap Roy Suryo dkk di PN Jakpus.
26 Agustus 2025 Sidang kembali ditunda karena ketidakhadiran tergugat; PN Jakpus memberikan pemanggilan terakhir.
3 September 2025 Mediasi berlangsung; Paiman berdamai dengan Bitor dan Hermanto, sepakat cabut gugatan.
10 September 2025 Paiman resmi mengajukan pencabutan gugatan perdata terhadap seluruh tergugat, fokus ke pidana.
Reaksi Publik dan Signifikansi Kasus
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan tokoh publik seperti Roy Suryo, sekaligus menyangkut Presiden Jokowi. Isu mengenai keaslian ijazah Jokowi bukan hanya menyerang pribadi, tetapi juga berimplikasi pada legitimasi seorang kepala negara.
Langkah Paiman mencabut gugatan perdata dianggap sebagai strategi cerdas. Dengan begitu, ia bisa lebih konsentrasi pada jalur pidana yang dampaknya lebih besar bagi kepastian hukum.
Publik pun menantikan kelanjutan proses pidana ini. Jika benar terbukti ada pihak yang menyebarkan fitnah, maka proses hukum bisa menjadi pelajaran agar isu-isu sensitif tidak digunakan untuk kepentingan politik atau untuk menjatuhkan martabat seseorang tanpa dasar.
Kesimpulan
Kasus gugatan Paiman Raharjo terhadap Roy Suryo dkk menandai betapa seriusnya dampak isu hoaks di ranah publik. Setelah melalui proses mediasi, Paiman akhirnya memutuskan untuk mencabut gugatan perdata dan mengalihkan fokus ke jalur pidana.
Langkah ini diambil bukan hanya karena adanya perdamaian dengan dua tergugat, tetapi juga karena Paiman ingin memastikan bahwa keadilan ditegakkan, terutama terkait tuduhan serius terhadap Presiden Jokowi.
Dengan adanya dukungan bukti dari UGM dan Bareskrim Polri, Paiman optimistis kasus pidana ini akan membawa titik terang. Publik kini menunggu apakah aparat penegak hukum akan segera menetapkan status hukum terhadap Roy Suryo dan pihak lain yang terlibat. (Agus)
Posting Komentar