.

Oleh : 

Marwanto Junior

(DANSAT PATRON PUSAT)

Dalam Sidang Umum PBB, semua pemimpin dunia diberi jatah waktu bicara, biasanya sekitar 15 menit. Nah, saat Presiden Prabowo berpidato, beliau tampak bersemangat dan bicara agak panjang. Sampai-sampai seorang perempuan dari panitia mendekati mimbar, tanda halus kalau waktunya sudah lewat.

Sekilas terlihat sepele, tapi momen ini punya makna simbolis.

*Pertama, soal aturan main.*

Di forum internasional, disiplin waktu itu bukan hal kecil. Itu dianggap bentuk saling menghargai antar-negara. Kalau satu pemimpin bicara terlalu lama, otomatis mengganggu giliran negara lain. Jadi, peringatan halus itu lebih pada urusan teknis, bukan soal isi pidato.

*Kedua, soal gaya kepemimpinan.*

Presiden Prabowo memang dikenal apa adanya, spontan, bahkan kadang emosional. Itu membuat pidatonya panjang. Di dalam negeri, gaya begitu bisa dianggap karismatik. Tapi di panggung dunia, gaya yang terlalu panjang bisa terbaca “kurang terukur”.

*Ketiga, soal persepsi publik.*

Media internasional mungkin hanya mencatatnya sebagai insiden kecil. Tapi di dalam negeri, momen itu bisa digoreng jadi macam-macam; ada yang bilang “memalukan”, ada juga yang membelanya dengan alasan “Prabowo bicara dari hati”. Semua tergantung sudut pandang masing-masing.

*Lalu, apa dampaknya?*

Sejujurnya, dampak langsungnya kecil sekali. Tidak akan mempengaruhi hubungan diplomatik. Tapi untuk citra, momen ini adalah pengingat, bahwa kalau tampil di panggung global, Bapak Presiden Prabowo perlu lebih ringkas, padat, dan fokus. Justru kalau ke depan beliau bisa berubah lebih disiplin, publik internasional akan melihatnya sebagai pemimpin yang cepat belajar.

*Kesimpulannya*

Teguran halus itu bukan aib besar, melainkan semacam “tamparan kecil” agar Indonesia tampil lebih rapi di forum dunia. Kadang, hal teknis bisa punya arti simbolis, yang menunjukkan bagaimana pemimpin kita belajar menyesuaikan diri dengan standar global.

Salam Indonesia salam NKRI harga mati.!!!