Jakarta, nusantarabicara -- Penasihat Khusus Bidang Kesehatan Presiden RI,
Letjen TNI (Purn) Prof Dr. dr. Terawan Agus Putranto,Sp.Rad (K) RI. menjadi salah satu pembicara ahli pada Asian Telemedicine Society (ATS) Conference 2025 di Seoul National University College of Medicine (SNUCM),Korea Selatan,pada Jumat (24/10/2025). Konferensi bagian dari peluncuran ATS tersebut dihadiri delegasi dari 10 negara.
Pada forum organisasi profesional untuk memajukan telemedisin di kawasan Asia-Pasifik itu,dr. Terawan memaparkan tentang perkembangan layanan teleradiologi di Indonesia.
Profesor Kehormatan Universitas Pertahanan (Unhan) itu menjelaskan Indonesia sebagai negara kepulauan punya tantangan yang sangat besar dalam pemerataan akses pelayanan kesehatan. "Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 285 juta penduduk,tetapi rasio dokternya hanya sekitar satu dokter untuk 2.000 orang," ungkap Terawan dalam siaran pers Kantor Penasihat Khusus Bidang Kesehatan Presiden RI.
Mantan ketua tim dokter kepresidenan itu menuturkan Indonesia juga menghadapi ketimpangan tenaga spesialis kesehatan.
Terawan mencontohkan hanya ada sekitar 2.300 radiolog atau ahli radiologi di Tanah Air. "Dari jumlah itu 70 persen di antaranya terkonsentrasi di Jakarta,"imbuh ahli radiologi intervensi itu.
Oleh karena itu,dr. Terawan menyatakan telemedisin,khususnya teleradiologi,bisa menjadi jawaban untuk mengatasi persoalan ketimpangan kesehatan di Indonesia. Menurut dia,teleradiologi merupakan jembatan antara daerah terpencil dengan dokter spesialis di kota besar.
Meski demikian,dr. Terawan juga mengungkap soal tantangan penerapan telemedisin di Indonesia.
Menteri Kesehatan (Menkes) RI periode 23 Oktober 2019-23 Desember 2020 itu mengatakan 58,2 persen masyarakat di Indonesia belum mengenal telemedisin. "Ini menunjukkan rendahnya literasi digital kesehatan dan belum meratanya akses internet,"tuturnya.
Lebih jauh dr. Terawan juga menjelaskan cara Indonesia mengembangkan sistem teleradiologi berbasis cloud atau penyimpanan data secara daring.
Mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto itu menyebut teleradiologi sebagai salah satu solusi menjembatani kekurangan tenaga spesialis di daerah.
dr. Terawan lantas mencontohkan Teleradiologi Center Indonesia (TCI) yang diluncurkan di Jakarta pada April 2025 lalu. TCI merupakan penyedia layanan teleradiologi pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi akal imitasi buatan (AI) untuk menganalisis gambar radiologi secara langsung dan cepat melalui daring.
TCI merupakan hasil kerja sama Indonesia dengan Korsel. "TCI dalam pengembangan layanan teleradiologi memungkinkan rumah sakit di daerah terpencil memperoleh pembacaan hasil radiologi dari dokter spesialis dalam waktu singkat,"ujar pensiunan TNI dengan pangkat terakhir letnan jenderal itu.
Selain itu,dr. Terawan juga memerinci soal TCI mengintegrasikan teknologi AI untuk skrining tuberkulosis yang terhubung dengan SATUSEHAT sebagai platform kesehatan nasional.
Dia menegaskan Presiden RI Prabowo Subianto memprioritaskan penanganan tuberkulosis untuk memangkas angka penderita TBC hingga 50 persen selama lima tahun.
Dengan pemanfaatan AI di bidang kesehatan, Terawan meyakini deteksi penyakit menular yang menyerang paru-paru itu bisa dilakukan dengan lebih cepat dan luas. "Inovasi ini membantu menjangkau masyarakat yang selama ini sulit mengakses pengobatan karena belum terdiagnosis,sekaligus mendukung program prioritas kesehatan nasional Presiden Prabowo dalam upaya pengentasan tuberkulosis di Indonesia,"tambahnya.
ATS Conference 2025 digelar di Ubong Hall,SNUCM. Pembicara lain dalam konferensi itu ialah Dae Hee Kang dari Department of Preventive Medicine SNUCM,Masaomi Nangaku (dekan Sekolah Pascasarjana Kedokteran Universitas Tokyo),dan Nguyen Lan Hieu (direktur Rumah Sakit Universitas Kedokteran Hanoi).
Menurut Dae Hee Kang, pandemi penyakit virus corona 2019 (Covid-19) telah mengonfirmasi soal pentingnya telemedisin. Namun, menurut dia, masih ada persoalan institusional yang menghambat pemanfaatan telemedisin. “Korea telah menunjukkan kemungkinan praktis telemedis melalui adopsi teknologi yang berpusat pada klinis dan validasi institusional,sehingga kini saatnya bagi Asia untuk bersama-sama menciptakan standar,”tutupnya. (Git-Red)







Posting Komentar