Jakarta, nusantarabicara -- Tambang emas di Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Timur (NTB) kini panas di mata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dugaan praktik ilegal dan potensi kerugian negara membuat kasus ini langsung menarik perhatian nasional.
Di balik keindahan Mandalika, tersembunyi sisi gelap tambang emas ilegal yang selama ini diselimuti diam-diam.
Aroma praktik ilegal tersebut akhirnya tercium oleh KPK. Tambang ilegal dan PETI di Lombok, NTB, ini berlokasi tak jauh dari Sirkuit Mandalika, hanya sekitar satu jam perjalanan.
Publik pun bertanya-tanya: siapa yang sebenarnya diuntungkan, dan siapa yang akan bertanggung jawab?
Ketua Satgas Pencegahan Wilayah V KPK, Dian Patria, menyebut tambang emas ilegal di Dusun Lendek Bare, Sekotong, Lombok Barat, dapat menghasilkan 3 kilogram emas per hari. Pernyataan itu disampaikannya dalam acara Minerba Convex pada Kamis 16 Oktober 2025. Aktivitas tambang tanpa izin ini menjadi sorotan karena potensi kerugian negara dan dampak lingkungan yang ditimbulkannya.
Lanjut Dian, berdasarkan pengamatannya menggunakan drone pada 4 Oktober 2024, pihaknya menemukan kolam sianida yang terletak tidak jauh dari lokasi tambang.
Menurutnya, praktik pertambangan ilegal tersebut tidak hanya merugikan negara dari sisi penerimaan, tetapi juga berdampak negatif terhadap lingkungan dan perekonomian masyarakat.
"Hal inilah yang menjadi keluhan masyarakat kepada pemerintah daerah. Pendapatan negara berkurang, begitu pula pendapatan masyarakat," ujarnya.
Selain itu, wilayah ini sempat diajukan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Namun kenyataannya, pengelolanya bukan masyarakat setempat dan bahkan tidak bisa berbahasa Indonesia.
“Rakyat yang mana? Yang kami temui saja tidak bisa berbahasa Indonesia. Saya tidak tahu mereka dari mana,” katanya.
Dian menegaskan bahwa Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan pertambangan ilegal justru tergolong miskin. Mereka tidak merasakan manfaat dari melimpahnya komoditas emas yang digali di wilayahnya sendiri.
“Paradoksnya, daerah yang banyak tambangnya justru tercatat sebagai wilayah termiskin berdasarkan data BPS,” tegasnya.(Agus)







Posting Komentar