Moskow, Nusantarabicara -- Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto ingin memperkuat kerja sama militer dengan Rusia, termasuk pembelian pesawat tempur generasi kelima Su-57 Rusia.
Hal ini diungkapkan oleh Nikita Kuklin, Profesor Madya Departemen Studi Oriental di Pusat ASEAN di MGIMO Kementerian Luar Negeri Rusia.
Kuklin menyebut bahwa pragmatisme Indonesia didasarkan pada doktrin tradisional kebijakan luar negeri yang aktif dan independen serta visi yang khas tentang gambaran luas dunia multipolar.
Teknologi canggih Rusia, seperti pesawat tempur Su-57, penting untuk program modernisasi angkatan bersenjata, yang terus ditingkatkan Prabowo Subianto sejak masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI.
Sebelumnya media Rusia melaporkan, Pabrik Penerbangan Komsomolsk-on-Amur yang dinamai menurut nama Yu.A. Gagarin (KnAAZ, bagian dari United Aircraft Corporation of Rostec) telah menerima pesanan produksi hingga tahun 2030.
Lepas dari apa yang dikatakan oleh Profesor Kuklin, sejauh ini belum ada laporan mengenai pembicaraan khusus antara Indonesia dan Rusia terkait rencana untuk mengakuisisi jet tempur Su-57 oleh Jakarta.
Faktor terbesar yang membuat Indonesia berhati-hati dengan pembelian alutsista dari Rusia adalah ancaman sanksi Amerika Serikat melalui undang-undang CAATSA.
Hal inil pula yang sebelumnya membuat kontrak pengadaan Su-35 yang telah ditandatangani Indonesia pada tahun 2018 menjadi menggantung (pending) selama bertahun-tahun.
Bahkan, negara sebesar India pun tampaknya berhati-hati dengan rencana pengadaan Su-57 dari Rusia, terlepas dari kemungkinan pembicaraan kedua negara dilakukan secara tertutup. (Agus)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar