
Silang sengkarut pelaksanaan
pilkada di Kabupaten Paniai menjadi contoh ke tidak dewasaan kontenstan di
dalam menerima hasil suara yang berujung dengan berbagai ancaman dan konflik,
perbedaan dan kekalahan acapkali ditiadakan dan berusaha menjadi pemenang
dengan berbagai cara.
Terpilihnya pasangan calon Bupati
dan wakil Bupati No. urut 3 Meki Nawipa dan Oktopianus Gobai sebagai pemenang
dalam Sidang Pleno Rekapitulasi Suara di aula KPU Kabupaten Paniai beberapa
waktu yang lalu, diragukan banyak pihak keabsahannya.
Karena pada saat Rapat Pleno
terbuka rekapitulasi proses perhitungan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Kabupaten Paniai tahun 2018, berdasarkan data-data rekaman video dan foto, tim
sukses pasangan kandidat no. urut 3 menghadang serta mengusir komisioner KPU Provinsi
papua selaku KPU Kabupaten Paniai dan juga Bawaslu Papua pada saat sebelum
dimulainya Rapat Pleno.
Demikian dikatakan Iwan salah satu konsultan media. Berdasarkan bukti-bukti yang ada seharusnya baik Panwas maupun
bawaslu seharusnya mendiskualifikasi pihak termohon yang melakukan pelanggaran dalam hal ini yaitu
KPU Kabupaten Paniai jadi tidak hanya berupa surat disposisi, ungkapnya.
Sementara itu dari perwakilan
Pemuda paniai Viki Tebai saat konferensi pers di Jakarta, (12/8) menegaskan bahwa kecurangan-kecurangan yang terjadi
dalam pilkada Paniai harusnya ditindak-lanjuti oleh pihak-pihak terkait yang
berwenang menangani kecurangan pilkada, agar tidak terjadi konflik horizontal di kabupaten Paniai,ucapnya.
Pilkada Paniai seperti sudah diketahui sekarang ini sudah masuk gugatan ke Mahkamah konstitusi. Dalam sidang
sebelumnya disebutkan tindakan KPU Paniai selaku Termohon tidak melaksanakan
rekomendasi Panitia Pengawas (Panwas) pemilihan bupati setempat untuk
melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di sembilan distrik.
Sembilan
distrik tersebut adalah Distrik Aradide, Distrik Topiyai, Distrik Ekadide,
Distrik Bogobaida, Distrik Paniai Timur,Distrik Pania Barat, Distrik Kebo,
Distrik Yagai, serta Distrik Baya Biru. "Bahwa rekomendasi panitia
pengawas (Panwas) pemilihan Kabupaten Paniai memerintahkan kepada termohon
(KPU) untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di sembilan distrik wajib
dilaksanakan termohon 3 hari setelah keputusan tersebut diterbitkan, namun
faktanya termohon tidak melasanakan rekomendasi panwas Paniai tersebut,”ujar
Nursal di Ruang Sidang Panel 3 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (8/8/2018).
Nursal mengatakan, tidak dilaksanakannya arahan untuk melakukan PSU dinilai
pemohon menjadi preseden buruk.
KPU
Paniai dianggap tidak netral dalam penyelenggaraan pemilihan. Selain itu,
Pemohon juga mengungkapkan bahwa, pada hari pemungutan suara, telah terjadi
perubahan tempat pemungutan suara di luar wilayah dari masing-masing distrik di
Kabupaten Paniai.
Pemohon
juga, menduga saksi pihak Pemohon (paslon nomor urut satu) tidak dilibatkan
dalam Rapat Pleno Rekapitulasi di semua distrik di Kabupaten Paniai. Bahkan,
Termohon diduga telah mencoblos semua surat suara di beberapa distrik untuk
kepentingan Paslon nomor urut 3.
“Pertama
pemindahan tempat pemungutan suara (TPS) tanpa pengumuman kepada masyarakat
adat kabupaten Paniai,” ujarNursal. “Kedua, pemungutan suara tanpa kesepakatan
masyarakat adat, jadi ada pemungutan suara yang dilakukan termohon (KPU
Kabupaten Paniai) tanpa kesepakatan masyarakat adat,” sambung dia. Persidangan
Panel 3 ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang didampingi Hakim
Konstitusi Maria Farida Indrati, dan Hakim Suhartoyo.(PS)
Posting Komentar