NUBIC, JAKARTA - Sehubungan terbitnya Surat Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 336 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pendaftaran Jemaah Umrah (PPJU), yang pada pokoknya berisi kewajiban Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) menggunakan aplikasi berbasis online dengan nama SIPATUH, yang didalamnya memuat kewajiban PPIU memasukan data-data yang tidak lazim sebagai bentuk pelaporan kepada Dirjen.
Surat keputusan itu kontan saja menuai kontra di kalangan penyelenggara umrah. Terlebih lagi SIPATUH merupakan aplikasi “kloning” dari perusahaan pembuat sistem, dimana setelah terbitnya SK No. 336/2018 justru semakin gencar melakukan penjualan, bahkan harganya
di bandrol Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah). Jelas Keputusan tersebut sangat merugikan kepentingan PPIU, bahkan
dapat mengancam keberadaan bisnis PPIU.
Sejumlah Penyelenggara Umrah yang menamakan diri Perkumpulan Asosiasi
Penyelenggara Umrah (PATUHI), melalui kuasa hukumnya Law
Office ZULHENDRI HASAN & PARTNERS menyampaikan pandangannya
terhadap SK No. 336/2018 tersebut.
Menurut H. ZULHENDRI HASAN, S.H.,M.H.,
sesungguhnya dilihat dari aspek pembentukannya SK No. 336/2018 merupakan bentuk pelaksanaan
dari terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, yang merupakan aturan turunan yang diperintahkan
langsung oleh Pasal 45 Ayat (2) Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Namun justru bentuk pengaturan PMA No. 8/2018 khususnya terkait ketentuan
“Pelaporan Jemaah dan Penyelenggaraan Umrah kepada Menteri atau Dirjen dengan sistem
elektronik” tidak dijumpai dalam ketentuan undang–undang yang mengaturnya, namun justru
menjadi kewajiban bagi PPIU sesuai isi muatan Pasal 13 huruf f juncto Pasal 26 PMA No. 8/2018, terlebih lagi ada pengaturan
kewajiban bagi PPIU untuk di Akreditasi yang sama sekali keluar dari materi
muatan undang-undang.
Jelas dilihat dari regulasi tersebut, ada
yang tidak beres secara administrasi pembentukannya, apalagi jika dilihat
secara substansial, sesungguhnya PMA No. 8/2018 yang baru diterbitkan
mengantikan aturan sebelumnya yakni PMA No. 18/2015, telah mengadopsi ketentuan
Pasal 57 huruf f PP No. 79/2012, yang secara delegasi PP tersebut sesungguhnya juga
sudah keluar dari materi muatan undang–undang, karena perintah undang-undang hanya membentuk pengaturan Sanksi
Administratif. Namun kenapa justru membentuk pengaturan lebih lanjut tentang
Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah sesuai ketentuan Pasal 57 sampai dengan
64 PP No. 79/2012.
Menurut kami semangat pembentukan SK No. 336/2018 sangat bertolak belakang dengan
tujuan penyelenggaraan ibadah Umrah yang aman, tertib dan lancar dengan menjunjung tinggi semangat keadilan,
transparansi dan akuntabilitas publik.
Berangkat dari
substansial tersebut, maka kami selaku kuasa hukum telah mengajukan Uji
Materiil di Mahkamah Agung terhadap aturan dasar terbitnya SK No. 336/2018 tersebut, terlebih
lagi sebagai bentuk eksistensi PATUHI guna menunjang pengaturan penyelenggaraan ibadah Umrah yang lebih
baik, ucap H. Zulhendri
Hasan SH.MH (PS)
Posting Komentar