www.nusantarabicara.co

www.nusantarabicara.co
Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Home » » Sumatera Barat Meradang, Film “Cinta Tapi Beda” Merubah Makna dan ‘Syara’ Adat Budaya Minang

Sumatera Barat Meradang, Film “Cinta Tapi Beda” Merubah Makna dan ‘Syara’ Adat Budaya Minang

Written By Nusantara Bicara on 5 Des 2018 | Desember 05, 2018



NUBIC, JAKARTA - Pernahkan menonton film Cinta Tapi Beda karya sutradara Hanung Bramantio dengan Produser Raam Punjabi film, sebuah kisah percintaan sepasang kekasih yang berbeda kultur dan agama? Dalam film tersebut digambarkan sepasang kekasih yaitu antara Cahyo dan Diana yang berbeda adat dan agama. Dimana Cahyo adalah lelaki asal Yogjakarta digambarkan sebagai seorang muslim yang taat. Sedangkan Diana di gambarkan sebagai seorang gadis minang dengan adat Sumatera barat namun beragama katolik yang dalam keseharian ber perilaku identitas sebagai katolik fanatik dengan kalung salib.

Kontan Film ini menuai protes dari masyarakat minang yang terlanjur menanggung stigma bahwa “Adat Basandikan Syara, Syara Basandikan Kitabullah” sudah tidak berlaku lagi di Minang kabau Sumatera barat. Sebuah penyesatan yang menyakitkan hati, tutur orang minang.

Padahal “Adat Basandikan Syara, Syara Basandikan Kitabullah” adalah sudah final identitas orang minang yang artinya adat dan budaya orang minang adalah adat dan budaya seorang islam dan bersendikan Al Qur’an dan ini berlaku bagi orang minang serta terus dijaga dari nenek moyang sampai ke anak cucu.

Nota protes dan laporan gugatan pun segera diajukan ke pihak kepolisian dengan No. LP/3511/2013/Dit Reskrim Um pada Tanggal 7 Januari 2013, untuk mengetahui maksud dari pembuatan film tersebut. Laporan diajukan oleh Tim Advokasi Minang dan Pembela Masyarakat Adat Minang yang diketuai oleh H. Zulhendri Hasan SH,MH.

Namun pihak Bareskrim Polri menerbitkan SP3 dan menghentikan laporan polisi tersebut berdasarkan SP2HP pada tanggal 10 April 2014 dengan alasan bukan merupakan tindak pidana. Akibat dari penghentian laporan tersebut tidak diketahui kebenarannya, apakah melanggar pidana atau tidak perbuatan yang telah merugikan masyarakat minang ini karena tidak sampai dilimpahkan ke pengadilan, pungkas Zul.

 Meski kini kasus tersebut berhenti. Tim Advokasi Minang terus berupaya agar kasus ini dapat dilimpahkan pengadilan, salah satunya dengan mengajukan Pra peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pra peradilan ini kita lakukan, salah satunya untuk menjawab kepastian hukum, ujar Zulhendri Hasan di Pengadilan Jakarta Selatan (4/11).

Karena dalam pandangan kami sebagai orang hukum. Pada kasus tersebut telah memenuhi 2 unsur sekaligus. Yaitu, delik 156 unsur menistakan agama dan unsur delik menimbulkan rasa kebencian terhadap kita orang minang dalam konteks budaya, orang satu unsur saja bisa dihukum kok dalam kasus penistaan agama seperti dalam kasus Ahok, apalagi ini ada 2 (dua) unsur. Yaitu,  Agama dan Budaya, kan begitu. Ungkapnya.

Untuk menguji kebenaran itu harusnya melalui proses persidangan, makanya kita ajukan pra peradilan agar diketahui kebenarannya. sekaligus menjawab dugaan-dugaan atau angggapan masyarakat kenapa kasus ini tidak ada kepastian, jangan pula timbul prasangka negatif kepada kita. Nanti disangkanya kita masuk anginlah oleh masyarakat minang, pihak kepolisian seharusnya mengakomodir ini agar tercipta kepastian hukum dan tatanan masyarakat bisa berjalan tertib di kemudian hari, jawab Zul tegas.(*)

Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara