Jakarta, Nusantara Bicara - Topik kajian ini terinspirasi dari judul buku terbitan NCBI “Mengawal Demokrasi, Menolak Politik SARA dan Merawat Kebhinnekaan, 2018”.
Jalan suci agama ternoda oleh kepentingan kelompok-kelompok tertentu (vested interest group) yang terekam jelas dari tindakan yang dilakukan, simbol-simbol dan slogan-slogan yang digunakan di ruang terbuka publik maupun di berbagai platform media sosial. Mengganti Pancasila dengan ideologi lain yang sangat ekslusif menjadi puncak libido kekuasaan para penumpang gelap yang menodai kesucian Agama.
Tetesan darah, keringat, sumbangan harta benda jutaan rakyat bahkan nyawa para Pejuang Kemerdekaan dan Bapak Pendiri Bangsa untuk merawat kebhinnekaan, persatuan dan kesatuan negara bangsa secara sistemik ternoda oleh permainan isu sekunder Politisasi Agama.
Mari kita menggukur rembesa penodaan tersebut diatas dengan mengutip data dan fakta dalam berbagai media.
Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sejumlah siswa dan guru terpapar paham radikal dan intoleran melalui materi ajar dan media sosial. 34,3% siswa memiliki pandangan (opini) intoleran, dan 17,3% mewujudkannya dalam tindakan; 58,5% siswa punya opini radikal, dan 7% menyatakannya dalam tindakan; di kalangan guru, 29,2% berpikir intoleran dan 24,2% mewujudkannya menjadi aksi nyata, serta 23% punya pandangan radikal, dan 6,4% menyatakannya dengan tindakan (21/12/2017).
Badan Intelijen Negara (BIN) menyatakan 43 Mesjid dari 100 Mesjid di beberapa Kementerian hingga BUMN terindikasi terpapar radikalisme (18/11/2018).
Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, menyatakan 23,4% mahasiswa setuju dengan jihad untuk tegaknya negara Islam atau khilafah; 23.3% pelajar SMA setuju jihad untuk negara Islam; 18,1% pegawai tak setuju dengan ideologi Pancasila; 9,1% pegawai BUMN menyatakan tak setuju dengan ideologi negara, dan kurang dari 3% ada anggota TNI terpengaruh dan tak setuju Pancasila (19/6/2019).
Bahkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengakui radikalisme sudah masuk ke Kementerian Keuangan (19/12/2019).
Presiden Jokowi menegaskan urgensi pendidikan politik kebangsaan (12/4/2022) agar masyarakat tidak terprovokasi bahkan terbelah oleh guliran isu-isu sekunder para penumpang gelap pesta demokrasi 2024, khususnya dalam kemasan Politisasi Agama, Ujaran Kebencian terkait SARA, juga berita palsu (hoax).
Data dan Fakta diatas mengkonfirmasi bahwa gerakan kelompok radikal sudah merangsek ke sendi-sendi negara, lembaga vital dan strategis negara. Kalau lembaga vital dan strategis negara sudah disusupi, perjalanan bangsa Indonesia akan mengalami turbulensi yang sangat dahsyat.
Atau, dalam tafsiran ekstrem, pernyataan Presiden Jokowi diatas menemui titik pembenaran faktual, bahwa wacana negara khilafah sudah mendapatkan tempat dalam sistem birokrasi dan kekuasaan bahkan bersemi dan mengakar jauh para beberapa tahun lalu dalam lintas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ancaman ini menjadi semakin berbahaya jika tidak segera dicegah dan diurai akar dan jaringannya. Inilah tugas utama dan terpenting lembaga-lembaga negara terkait dan Bawaslu.
Belajar dari keriuhan media sosial di 2027 dan 2019, perlu ditegaskan, Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) adalah pihak yang harus bertanggung-jawab dalam proses menemukan dan mengumpulkan informasi yang mengandung hoax atau ujaran kebencian baik atas nama agama atau SARA dalam berbagai media sosial atau produk elektronik, sebelum menyajikan dan mendistribusikan isi konten digital tersebut. Perlu segera diambil tindakan kurasi konten agar penyebaran modul-modul gerakan radikal ini tidak merangksek jauh dalam pembelahan masyarakat.
Kami mendukung langkah konstitusional Presiden Jokowi untuk me-Reshuffle Menteri Informasi dan Komunikasi (Kominfo), Johny G. Plate, dan mengusulkan Ninok Leksono sebagai Menteri Informasi dan Komunikasi dalam sisa jabatannya.
Ketegasan tindakan aparat penegak hukum hingga diskualifikasi terhadap kandidat dan pihak-pihak yang menggunakan kampanye fitnah SARA.
Kami juga menghimbau kepada kawan-kawan Aktivis Kebangsaan di lintas daerah dan 38 Provinsi untuk menjaga dan merawat kebhinnekaan, dan membangun ruang kampanye dan gerakan massif melawan pihak-pihak yang secara sengaja menumpangi kesucian agama dengan kepentingan sempit dan electoral. Bahkan berpotensi pada pembelahan dan perpecahan masyarakat.
Materi ini sampaikan oleh Juliaman Saragih dalam acara diskusi online Komunitas Agama Cinta yang bertemakan "Tolak Aksi 212 Stop Politisasi Agama" pada hari Sabtu, 19 November 2022.
Diskusi virtual ini diawali Pengantar Diskusi oleh Gus Sholeh Mz, Koordinator Komunitas Lintas Iman Agama Cinta. Dengan menghadirkan lima narasumber yaitu: Habib Zen Assegaf atau nama tenarnya Habib Kribo. Juliaman W Saragih, Pengamat Politik, Pendiri NCBI (Nation and Character Building Institute). Ken Setiawan, Pendiri NII Krisis Center, Ex Radikalis NII. Lamsiang Sitompul, SH, MH, Ketua Umum HBB (Horas Bangso Batak) dan Fredi Moses Ulemlem, SH, MH (Tokoh Pemuda Maluku). Puisi dan Doa disampaikan oleh Habib Ja'far Shadiq, Sufi Musafir. Bertindak sebagai moderator saudara James W.(Dodik)
Posting Komentar