www.nusantarabicara.co

www.nusantarabicara.co
Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Home » , » Putri sulung Presiden ke-2 RI Soeharto, Tutut Luncurkan Buku Autobiografi Selangkah di Belakang Mba Tutut

Putri sulung Presiden ke-2 RI Soeharto, Tutut Luncurkan Buku Autobiografi Selangkah di Belakang Mba Tutut

Written By Nusantara Bicara on 24 Agu 2025 | Agustus 24, 2025


Jakarta, Nusantara Bicara  --   Sosok Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana atau yang akrab dikenal sebagai Mbak Tutut kembali hadir dalam sorotan publik melalui peluncuran buku biografinya bertajuk Selangkah di Belakang Mbak Tutut. Acara yang digelar pada Jumat, 15 Agustus 2025 di Balai Sudirman, Jalan Dr Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan,  menandai lahirnya sebuah karya yang merekam perjalanan panjang putri sulung Presiden Soeharto, sekaligus menghadirkan keteladanan perempuan Indonesia dalam lintas bidang kehidupan.

Siti Hardijanti Hastuti Rukmana atau yang akrab disapa Tutut Soeharto bukan hanya tokoh yang dikenal di dunia bisnis dan setumpuk aktivitas sosialnya. Putri sulung mantan Presiden Soeharto itu ternyata juga memiliki kepedulian besar pada seni dan budaya.

Hal itu terungkap dalam buku Selangkah di Belakang Mbak Tutut. Buku yang merangkum berbagai aktivitas perempuan kelahiran Jakarta, 23 Januari 1949, salah satunya mengungkap kepedulian Mbak Tutut pada seni dan budaya.

Buku ini tidak hanya menyajikan kisah pribadi, tetapi juga menghadirkan potret multidimensi Tutut sebagai tokoh yang aktif di bidang bisnis, inisiator program sosial, pelestari seni dan budaya bangsa, hingga pewaris nilai-nilai luhur keluarga Cendana.

Sebuah buku berjudul “Selangkah di Belakang Mbak Tutut” resmi diluncurkan di Jakarta Selatan, pada Jumat (15/8/2025). Buku ini menghadirkan kisah inspiratif perjalanan hidup Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana, atau yang akrab disapa Mbak Tutut, putri sulung Presiden Soeharto yang sejak era 1980-an telah dikenal publik, namun jejak kiprahnya justru jauh melampaui status sebagai anak seorang presiden.

Disusun melalui kontribusi pemikiran para tokoh nasional, rekan kerja, sahabat, dan keluarga, buku ini menjadi catatan reflektif sekaligus pengabdian. Ia menghadirkan potret keteladanan seorang perempuan Indonesia yang bergerak di banyak bidang di antaranya: bisnis, sosial, budaya, dan kepemimpinan organisasi internasional. Seperti dikatakan akademisi dan komunikolog Effendi Gazali, “Buku ini dapat menjadi teman dalam melihat berbagai dinamika kemajuan dan persoalan saat ini.”

Buku ini menyajikan sosok Mbak Tutut secara multidimensi. Ia tampil sebagai pelaku bisnis yang berani menembus batas, penggerak berbagai program sosial, pelestari seni dan budaya, sekaligus pewaris nilai luhur keluarga Cendana yang memilih bersahaja dan tangguh.

Kisah di balik layar kiprahnya dituturkan, termasuk keberhasilan memimpin pembangunan jalan layang tol pertama di Indonesia dengan teknologi Sosrobahu. Ia juga berhasil memenangkan tender internasional pembangunan Metro Manila Skyway di Filipina atas permintaan Presiden Fidel Ramos, serta proyek jalan tol me Ayer Hitam–Yong Peng Timur di Malaysia.
.
Dalam proyek-proyek besar itu, Mbak Tutut tidak bersandar pada nama besar ayahnya. Ia justru berjuang keras mendapatkan pendanaan internasional dengan profesionalisme. Seperti dituturkan ekonom Anthony Budiawan, “Keteguhan beliau dalam menjaga etika keluarga sekaligus melayani masyarakat adalah teladan di tengah persoalan hidupnya".

Di luar kiprahnya di bidang infrastruktur, Mbak Tutut juga dikenal sebagai aktivis sosial yang kerap turun langsung ke lokasi bencana. Ia pernah memimpin Persatuan Donor Darah Indonesia dan aktif di Palang Merah Indonesia, sebuah tanggung jawab kemanusiaan yang menegaskan kepeduliannya pada sesama.

Kepemimpinannya pun menembus batas nasional. Mbak Tutut tercatat sebagai Presiden FIODS (Federation for International Donor Services) selama tiga periode, sebuah organisasi donor darah internasional. Ia juga aktif membina generasi muda melalui **Kirab Remaja**, wadah yang menumbuhkan cinta tanah air, mengasah kedisiplinan, serta memperkuat nilai persatuan dan kemanusiaan berlandaskan Pancasila.

Lebih dari sekadar biografi, buku “Selangkah di Belakang Mbak Tutut” adalah ajakan untuk kembali kepada nilai-nilai dasar yang kerap terlupakan. Tria S.P. Ismail Saleh, penanggung jawab penyusunan buku ini, menegaskan bahwa:

“Buku ini bukan sekadar dokumentasi, tetapi sebuah ajakan untuk kembali pada nilai: ketulusan dalam bekerja, kesetiaan dalam keluarga, dan keberanian untuk mengabdi. Dari keluarga ke bangsa, dari bisnis ke sosial, itulah warisan yang Mbak Tutut sampaikan.”

Dengan gaya narasi reflektif, buku ini menghadirkan pengalaman personal yang berpadu dengan sejarah bangsa. Ia menyuguhkan kisah bagaimana seorang perempuan menapaki lorong pengabdian senyap, penuh dedikasi, di tengah keterbatasan ruang publik yang sering kali diwarnai distorsi.

Peluncuran buku “Selangkah di Belakang Mbak Tutut” pada 15 Agustus 2025 menjadi lebih dari sekadar acara peresmian karya tulis. Ia diharapkan menjadi jembatan nilai antara generasi yang membangun dengan generasi yang akan melanjutkan.

Dengan memotret perjalanan Mbak Tutut yang beranjak dari lingkup keluarga menuju kiprah sosial dan bangsa, buku ini menghadirkan narasi alternatif yang jujur, reflektif, serta memberi ruang pembelajaran lintas waktu. Di dalamnya tersimpan pesan bahwa pengabdian bukan hanya milik masa lalu, melainkan tugas setiap generasi untuk menjaga nilai, melestarikan budaya, dan mengabdi kepada tanah air.

Salah satu sisi menarik dari buku ini adalah kisah di balik kiprah strategis Tutut di bidang infrastruktur. Ia tercatat memimpin pembangunan jalan layang tol pertama di Indonesia dengan teknologi Sosrobahu, sebuah inovasi rekayasa yang kini menjadi bagian penting dalam sejarah pembangunan negeri.

Tidak hanya di dalam negeri, Tutut juga meninggalkan jejak di kancah internasional. Ia berhasil memenangkan tender pembangunan Metro Manila Skyway di Filipina atas permintaan Presiden Fidel Ramos, serta proyek jalan tol Ayer Hitam–Yong Peng Timur di Malaysia.

Dalam proyek-proyek tersebut, Tutut tidak sekadar mengandalkan nama besar ayahnya, melainkan berjuang mandiri untuk mendapatkan pendanaan internasional.

Pengamat ekonomi Anthony Budiawan menilai pengalaman tersebut mencerminkan integritas Tutut. “Keteguhan beliau dalam menjaga etika keluarga sekaligus melayani masyarakat adalah teladan di tengah persoalan zaman ini,” katanya.

Selain kiprahnya di bidang pembangunan, Tutut juga dikenal sebagai aktivis sosial yang turun langsung ke lokasi bencana. Ia pernah memimpin Persatuan Donor Darah Indonesia dan aktif di Palang Merah Indonesia. Dedikasinya bahkan diakui dunia internasional saat ia dipercaya menjadi Presiden Federasi Organisasi Donor Darah Dunia (FIODS) selama tiga periode.

Kecintaannya terhadap generasi muda juga terlihat dalam kiprahnya membangun organisasi Kirab Remaja, sebuah wadah yang menumbuhkan semangat kebangsaan dan disiplin generasi muda. Organisasi ini menjadi cikal bakal gerakan yang menampilkan eksistensi Indonesia di kancah internasional sekaligus menanamkan nilai kemanusiaan, persatuan, dan Pancasila.

Lebih dari sekadar catatan perjalanan publik, Selangkah di Belakang Mbak Tutut juga menyingkap nilai-nilai personal yang diwariskan Tutut dari keluarganya. Penanggung jawab buku, Prof. Tria S.P. Ismail Saleh, menekankan bahwa karya tersebut bukan hanya dokumentasi sejarah, tetapi juga ajakan untuk kembali pada nilai-nilai dasar.

“Buku ini bukan sekadar dokumentasi, tetapi sebuah ajakan untuk kembali pada nilai, seperti ketulusan dalam bekerja, kesetiaan dalam keluarga, dan keberanian untuk mengabdi. Dari keluarga ke bangsa, dari bisnis ke sosial, itulah warisan yang Mbak Tutut sampaikan,” jelasnya.

Peluncuran buku Selangkah di Belakang Mbak Tutut diharapkan dapat menjadi jembatan nilai antara generasi yang membangun dan generasi penerus. Kehadiran buku ini juga diyakini bisa menghadirkan narasi alternatif di tengah keterbatasan ruang publik yang kerap dipenuhi distorsi.

Sinergis hal itu, Donna Sita Indria selaku penulis buku Selangkah di Belakang Mbak Tutut mengatakan bahwa Tutut bukan hanya penikmat budaya. Lebih dari itu, dia juga ikut berberan mengangkat warisan budaya Nusantara ke panggung internasional. 

Salah satu momen berkesan adalah ketika Mbak Tutut membawa hasil kerajinan tangan suku Asmat dari Papua ke Amerika Serikat. Karya seni tersebut mampu memukau masyarakat di Negeri Paman Sam hingga karyanya dipajang di gedung kota New York.

“Saya pernah ikut ke Papua, dulu masih disebut Irian Jaya. Mbak Tutut begitu bersemangat mengangkat kerajinan Asmat yang orisinal, lalu memperkenalkannya ke dunia. Itu menjadi bukti kepeduliannya terhadap budaya bangsa,” kata Donna di bilangan Jakarta Selatan.

Koordinator konser musik Arastio Gutomo yang pernah bekerja sama dengan Mbak Tutut mengatakan, putri mendiang mantan Presiden Soeharto ini memiliki kecintaan yang tinggi pada dunia musik. 

Hal itu dibuktikan dia tidak hanya bisa menyanyi dan merilis tiga album dari lagu- lagu ciptaannya sendiri. Mbak Tutut juga menguasai permainan sejumlah alat musik.

“Ibu benar-benar punya jiwa seni. Beliau bisa melukis, menari, dan memainkan alat musik seperti gitar dan piano. Kalau latihan musik, tiba-tiba dia menciptakan lagu. Itu luar biasa,” kata Gutomo dengan penuh kekaguman.

Rinto Harahap hingga Piyu Padi sempat terlihat dalam proses penggarapan album musik Mbak Tutut. Yang menarik menurut Gutomo, Mbak Tutut tidak pernah merasa sempurna atas karya-karya yang diciptakannya.

"Beliau selalu tanya ke musisi atau anak band, ini sudah enak belum ? Enak tektokannya sama beliau," katanya.

Dia menambahkan, Mbak Tutut termasuk orang yang mempelopori hadirnya ajang pencarian bakat menyanyi dangdut KDI  sebagai bukti kecintaannya pada dunia musik.

Buku Selangkah di Belakang Mbak Tutut juga mengungkap sosoknya yang memiliki talenta luar biasa di berbagai bidang. Baik dalam dunia bisnis, kegiatan sosial, seni-budaya, dan lain-lain.

Buku itu juga menampilkan kisah dari balik layar berbagai kiprah strategis Mbak Tutut. Misalnya atas keberhasilannya dalam memimpin pembangunan jalan layang tol pertama di Indonesia dengan teknologi Sosrobahu, hingga memenangkan tender international saat membangun Metro Manila Skyway di Filipina atas permintaan Presiden Fidel Ramos dan membangun jalan tol Ayer Hitam – Yong Peng Timur di Malaysia. 

Selain itu, Mbak Tutut juga dikenal sebagai aktivis sosial yang turun langsung ke lokasi bencana, hingga memimpi Persatuan Donor Darah Indonesia dan Palang Merah Indonesia. 

"Buku ini bukan sekadar dokumentasi, tapi sebuah ajakan untuk kembali pada nilai ketulusan dalam bekerja, kesetiaan dalam keluarga, dan keberanian untuk mengabdi. Dari keluarga ke bangsa, dari bisnis ke sosial, itulah warisan yang Mbak Tutut sampaikan,” kata ⁠Tria S.P. Ismail Saleh selaku  penanggung jawab buku. (Agus)
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara