Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia

Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh. Itulah Motto Media Kami
Home » » Sawit Watch : Mendesak Pemerintah Mempercepat Moratorium Sawit

Sawit Watch : Mendesak Pemerintah Mempercepat Moratorium Sawit

Written By Nusantara Bicara on 13 Mei 2017 | Mei 13, 2017

“Tidak boleh minta konsesi lagi. Artinya tidak boleh minta konsesi lagi yang dipakai untuk kelapa sawit,” kata, Jokowi di Jakarta, 12 Mei 2017
 
Nubic, Jakarta - Presiden Joko Widodo pada 14 April 2016 menyatakan akan menghentikan sementara (moratorium) perijinan kelapa sawit dan batubara. Dalam draf Inpres Moratorium yang beredar, terdapat beberapa  hal diatur seperti evaluasi perijinan, penundaan pemberian hak guna usaha (HGU), pemberdayaan petani, proses hilirisasi produk sawit dan persoalan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Pernyataan tersebut memberikan sinyal tentang moratorium sawit dimana tidak akan ada penerbitan perijinan baru untuk perkebunan kelapa sawit. Namun sampai saat ini belum terlihat kejelasan kapan Inpres ini akan dikeluarkan. 

Saat ini,  perkebunan kelapa sawit di Indonesia sangat luas dengan beragam masalah mulai dari  kerusakan lingkungan, konflik sosial, kondisi buruh yang terabaikan, ancaman terhadap ketersediaan pangan dan lain-lainnya. Moratorium sawit merupakan momentum baik untuk melakukan perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit. 

“Luas perkebunan sawit di Indonesia saat ini sudah mencapai 16,18 juta hektar, namun produktivitasnya masih sangat rendah. Rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit Indonesia hanya 3,7 ton per hektar per tahun. Pemerintah seharusnya melakukan intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas, bukan dengan memperluas lahan”, kata Inda Fatinaware, Direktur Sawit Watch.

Industri hulu kelapa sawit sangat berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan. Menurut catatan Sawit Watch trend titik api kebakaran hutan dan lahan pada umumnya tidak jauh dari konsesi perusahaan, dimana beberapa tahun kemudian bekas kebakaran lahan tersebut sudah menjadi konsesi perkebunan kelapa sawit. Kondisi tersebut ditemukan di beberapa wilayah seperti di Riau, Sumsel, Jambi, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

 “Temuan-temuan tersebut memperkuat dugaan kami bahwa praktek pembukaan lahan dengan cara membakar masih menjadi pilihan perusahaan perkebunan  kelapa sawit sawit. Dalam konteks ini, moratorium menjadi sangat penting untuk memberikan waktu bagi sinkronisasi dan harmonisasi beragam peraturan dan kebijakan di ekosistem gambut. Bila hal ini tidak secepatnya dilakukan maka ‘ritual’ bencana asap karena kebakaran hutan dan lahan tiap tahun akan terjadi”, lanjut Inda Fatinaware. 

Jumlah konflik agraria di perkebunan kelapa sawit sepanjang tahun terus meningkat. Peningkatan konflik terutama terjadi di provinsi-provinsi wilayah perusahaan perkebunan kelapa sawit  berekspansi. Pada tahun 2016 misalnya terdapat 163 konflik dengan luas 601.680 hektar, terbanyak di perkebunan sawit. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2015 dimana terdapat 127 kasus konflik dengan luas 302.526 hektar. Penyumbang konflik agraria adalah ekspansi HTI dan perkebunan sawit .

“Ekspansi perkebunan sawit berkorelasi dengan meningkatnya konflik agraria. Konflik ini semestinya dapat di-rem dengan menghentikan pemberian ijin baru bagi perkebunan kelapa sawit”, kata Maryo Saputra, Kepala Divisi Kampanye Sawit Watch. 

Indonesia mempunyai kebun yang luas lewat mengkonversi hutan-hutan dan kebun-kebun rakyat menjadi perkebunan kelapa sawit. Sampai dengan 2016, luas hutan yang dilepaskan untuk perkebunan kelapa sawit 5,23 juta Ha, tetap realiasi untuk menjadi perkebunan kelapa sawit yang dapat memberikan pemasukan pajak bagi negara cukup rendah yakni 2,889 juta Ha. 

“Hal ini dipicu oleh dua hal yakni pertama, adanya kebijakan pemerintah Indonesia yang berkeinginan menjadi negara terluas sehingga terdapat berbagai kemudahan seperti perijinan,  buruh tak terlindungi dan lain sebagainya”, lanjut Maryo Saputra. 

Tata kelola perkebunan sawit, khususnya perlindungan terhadap buruh perkebunan merupakan hal penting yang cenderung dilupakan pemerintah. Padahal Menteri Ketenagakerjaan pernah mengatakan aspek perlindungan dan peningkatan kesejahteraan para buruh/pekerja harus diutamakan dalam pengelolaan perkebunan dan industri pengolahan sawit di seluruh Indonesia. Menurut kami, monitoring dan evaluasi terhadap kondisi buruh perkebunan sawit harus bagian dari evaluasi dan audit yang dilakukan pemerintah terhadap perkebunan sawit dalam momentum moratorium sawit. 

Pemerintah sebaiknya tidak menetapkan moratorium sawit menggunakan jangka waktu. Pemerintah dapat menggunakan indikator dan capaian yang jelas dan terukur sebagai cara untuk melakukan peninjauan terhadap moratorium sawit. 
 
Oleh karena itu, Sawit Watch dengan tegas menyatakan sikap kepada Presiden Joko Widodo untuk:

1. Mengimplementasikan kebijakan moratorium sawit dengan secepatnya mengeluarkan kebijakan penundaan pemberian izin baru perkebunan kelapa sawit dalam bentuk Peraturan Presiden.
 
2. Melakukan perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit di Indonesia disertai dengan rencana aksi dan indikator capaian yang jelas dan terukur, mencakup: 
(a)  Membentuk Tim Independen untuk melakukan audit kepatuhan dan merekomendasikan pencabutan atau penciutan izin-izin perkebunan yang melanggar hukum.
(b) Penguatan kerangka regulasi perkebunan kelapa sawit dan sinkronisasi dengan regulasi sektor lainnya (kehutanan, pertambangan, penataan ruang,  dan lain-lain).
(c) Melakukan upaya-upaya intensifikasi perkebunan kelapa sawit yang sudah ada khususnya pekebun skala kecil,  inventarisasi kebun sawit non skema, dan penataan hilirisasi industri sawit.
(d) Mempercepat upaya-upaya dukungan dalam replanting (penanaman kembali) bagi pekebun skala kecil. (e) Menetapkan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan buruh perkebunan kelapa sawit. 
 
3. Memperkuat perlindungan hutan alam dan lahan gambut  melalui audit kepatuhan seluruh industri/usaha berbasis lahan dan melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan.
 
4. Berkenaan dengan implementasi moratorium sawit, pemerintah perlu membuat monitoring evaluasi secara berkala terhadap implementasi moratorium sawit tersebut dan dilakukan bersama-sama publik. (Yp)
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara