19 Nov 2025

Habiburokhman, Komisi III DPR-RI : RUU KUHAP Telah Sah Menjadi Undang-Undang KUHAP Di Tahun 2026

Dewan Pakar LCKI : Anwar Sadat , SH., dan Prof. Adrianus Eliasta Meliala.P.hd
Penulis : 
Anwar Sadat
Praktisi Hukum Dan Koordinator AAPK (Aliansi Advokad Pemerhati Keadilan)

RUU KUHAP telah resmi disahkan menjadi Undang-Undang. Ini merupakan capaian penting dalam reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia yang telah dinantikan sejak lama.

Saya menyambut baik pengesahan KUHAP baru ini. Undang-undang ini diharapkan dapat menjamin proses hukum yang lebih adil, manusiawi, dan transparan, serta selaras dengan prinsip hak asasi manusia.

Dengan berlakunya KUHAP baru ini, diharapkan tidak terjadi kekacauan hukum dan ketidakpastian dalam praktik peradilan.

Materi muatan pokok dalam Undang-Undang ini terdiri atas:
1. Penguatan hak Tersangka, Terdakwa, Terpidana, Saksi, Korban, dan Penyandang Disabilitas.
Penguatan hak Tersangka, Terdakwa, Terpidana, Saksi, Korban, dan Penyandang Disabilitas bertujuan untuk menjamin keadilan, transparansi, dan perlindungan hak 
asasi manusia dalam penegakan hukum serta memberikan kesetaraan posisi antara Tersangka, Terdakwa, Terpidana, 
Saksi, Korban, dan Penyandang Disabilitas dengan aparat 
penegak hukum.

2. Penyempurnaan kewenangan Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut Umum, serta penguatan koordinasi antara Penyidik dan Penuntut Umum.
Perubahan pengaturan ini diperlukan untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih efektif, transparan, dan akuntabel agar dapat meningkatkan efektivitas penegakan 
hukum.

3. Perubahan pengaturan mengenai Upaya Paksa.
Perubahan ini memperluas ruang lingkup dan mekanisme 
Upaya Paksa dengan menambahkan Penetapan Tersangka dan Pemblokiran. 

4. Penambahan Pengakuan Bersalah (Plea Bargain) dan Perjanjian Penundaan Penuntutan (Deferred Prosecution Agreement).
Ketentuan ini merupakan dua konsep yang berkaitan 
dengan penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan, namun keduanya belum diatur secara eksplisit dalam 
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana di Indonesia.

5. Penguatan mekanisme Praperadilan.
Praperadilan merupakan mekanisme hukum yang 
bertujuan untuk menguji keabsahan tindakan Penyidik dan Penuntut Umum dalam peradilan pidana.

6. Pengaturan mengenai mekanisme Keadilan Restoratif.
Mekanisme Keadilan 
Restoratif dilakukan untuk 
memulihkan keadaan semula Korban yang dilakukan pada tahap Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 

7. Ganti Rugi, Rehabilitasi, Restitusi, dan Kompensasi.
Dalam proses peradilan pidana, Ganti Rugi, Rehabilitasi,
Restitusi, dan Kompensasi merupakan bentuk pemulihan 
hak bagi Korban atau pihak yang dirugikan akibat suatu tindakan pidana.

8. Penguatan peran Advokat.
Advokat memiliki peran penting dalam memastikan hak Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana terpenuhi selama menjalani proses peradilan pidana baik dalam pemeriksaan 
maupun di luar pemeriksaan. Advokat tidak hanya memiliki 
hak untuk membela Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana, tetapi juga memiliki hak dan kewajiban lainnya dalam 
menjalankan tugas dan fungsi sebagai Advokat sesuai dengan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

9. Saksi Mahkota.
Undang-Undang ini mengatur saksi mahkota yang merupakan Tersangka atau Terdakwa dengan peran ringan 
yang dijadikan Saksi untuk membantu mengungkap 
keterlibatan pelaku lain dalam perkara yang sama. Jika tidak ada Tersangka berperan ringan, Terdakwa yang mengaku bersalah dan membantu substantif dapat mendapat pengurangan pidana. Penunjukan Saksi 
mahkota ditentukan oleh Penuntut Umum untuk 
memperkuat pembuktian terhadap pelaku utama. 
Mekanisme ini harus tetap menjamin keadilan dan 
menghindari kesaksian yang dipaksakan.

10. Pengaturan kembali Upaya Hukum.
Undang-Undang ini menitikberatkan pada peningkatan efektivitas dan akuntabilitas dalam mekanisme banding 
dan peninjauan kembali. 
Undang-Undang ini merumuskan penguatan peran pengadilan tinggi untuk melakukan 
pemeriksaan ulang fakta yang ada, sesuai dengan 
perannya. Untuk memastikan bahwa proses banding bukan sekadar formalitas, tetapi benar-benar menjadi sarana untuk menilai ulang fakta dan bukti secara menyeluruh.

KUHAP baru ini disusun dengan mempertimbangkan perkembangan hukum dan praktik peradilan modern yang menjunjung tinggi HAM.

Pengesahan Rancangan KUHAP baru menjadi Undang-Undang merupakan pengganti Undang-Undang No.8 Tahun 1981 merupakan penyesuaian dari berbagai putusan Mahkamah Konstitusi, termasuk  perubahan ketatanegaraan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta konvensi internasional yang  disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, antara lain :
1. Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia).
 
2. International Covenant on Civil and Political Rights yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik); dan

3. United Nations Convention Against Corruption yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).

Kami memberikan dukungan penuh dan mengapresiasi pengesahan RUU KUHAP. Ini adalah wujud nyata komitmen untuk memajukan sistem hukum di Indonesia.

Selamat atas pengesahan KUHAP baru. Aturan ini memastikan setiap proses hukum pidana berjalan adil dan transparan, dari penyelidikan hingga putusan akhir.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar